Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

NATO Kutuk Bentrokan Pengunjuk Rasa Serbia dan Polisi, 25 Penjaga Perdamaian Terluka Parah

Susi Susanti , Jurnalis-Selasa, 30 Mei 2023 |05:09 WIB
NATO Kutuk Bentrokan Pengunjuk Rasa Serbia dan Polisi, 25 Penjaga Perdamaian Terluka Parah
Polisi Serbia bentrok dengan pengunjuk rasa (Foto: Shutterstock)
A
A
A

KOSOVO Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah mengutuk serangan yang "benar-benar tidak dapat diterima" oleh para demonstran di Kosovo yang menyebabkan sekitar 25 penjaga perdamaian terluka.

Polisi dan pasukan NATO bentrok dengan pengunjuk rasa Serbia di utara di mana telah terjadi kerusuhan atas pelantikan wali kota etnis Albania.

Gas air mata dan granat kejut digunakan untuk mencegah pengunjuk rasa di Zvecan, setelah

Tentara NATO juga membentuk barisan keamanan di sekitar dua balai kota lainnya.

NATO mengatakan penjaga perdamaian dari Italia dan Hungaria termasuk di antara mereka yang terluka dalam kekerasan terakhir pada Senin (29/5/2023), dengan tiga dari mereka berada dalam kondisi serius.

Lima orang telah ditangkap sehubungan dengan serangan itu.

NATO menyebut serangan itu "benar-benar tidak dapat diterima", menambahkan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya meminta semua pihak untuk "menahan diri dari tindakan yang semakin mengobarkan ketegangan, dan untuk terlibat dalam dialog".

Presiden Serbia Aleksander Vucic mengatakan lebih dari 50 orang Serbia membutuhkan perawatan rumah sakit dan lebih banyak lagi yang terluka.

Vucic menempatkan tentara pada tingkat siaga tempur tertinggi sebagai tanggapan atas protes baru. Dia memindahkan unit tentara dekat perbatasan Kosovo pada Jumat (26/5/2023), menyusul bentrokan serupa.

Para pengunjuk rasa marah bukan hanya karena walikota etnis Albania telah menjabat, tetapi oleh tindakan keras polisi Kosovo, yang muncul dengan senapan dan kendaraan lapis baja.

Para pengunjuk rasa semakin terprovokasi Ketika bendera Serbia telah dicopot dari gedung kota dan diganti dengan bendera Kosovo.

Perdana Menteri (PM) Kosovo, Albin Kurti, menegaskan pasukan keamanan hanya memastikan bahwa walikota yang dipilih secara demokratis dapat mewakili konstituen mereka.

Namun dia dituduh mencoba menciptakan kekacauan bagi semua orang di kawasan itu dengan mencoba melantik pemimpin yang tidak memiliki mandat yang kredibel.

"Jangan biarkan walikota palsu itu masuk ke sini karena mereka memenangkan 50 suara," kata Igor Simic, wakil ketua Serbia List, partai Serbia Kosovo terbesar yang didukung pemerintah di Beograd.

"Bahkan orang Albania tidak memilihnya,” lanjutnya.

Insiden kekerasan terburuk pada Senin (29/5/2023) terjadi di Zvecan. Kerumunan berkumpul di gedung kota pagi-pagi sekali. Mereka berharap untuk mencegah wali kota baru beretnis Albania memasuki gedung.

AFP melaporkan pasukan pimpinan NATO pada awalnya mencoba memisahkan pengunjuk rasa dari polisi, tetapi kemudian membubarkan massa dengan menggunakan tameng dan pentungan.

Beberapa pengunjuk rasa melemparkan batu dan bom molotov ke tentara.

Polisi Kosovo mengatakan salah satu mobil mereka dibakar dan tulisan provokatif dengan simbol Serbia dan Rusia ditulis di kendaraan lain.

Seperti diketahui, krisis dimulai pada April lalu ketika orang-orang Serbia Kosovo memboikot pemilihan lokal, yang memungkinkan etnis Albania untuk mengambil kendali dewan lokal dengan jumlah pemilih kurang dari empat persen.

Baik Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) telah mengkritik otoritas Kosovo karena mendestabilisasi situasi di Kosovo utara, dan memperingatkan terhadap tindakan apa pun yang dapat mengobarkan ketegangan etnis di sana.

Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada Februari 2008, setelah hubungan yang tegang selama bertahun-tahun antara orang Serbia dan sebagian besar penduduk Albania.

Itu telah diakui oleh Amerika Serikat dan negara-negara besar Uni Eropa, tetapi Serbia, yang didukung oleh sekutunya yang kuat, Rusia, menolak untuk melakukannya, seperti halnya sebagian besar etnis Serbia di Kosovo.

Etnis Albania diketahui merupakan lebih dari 90% populasi di Kosovo secara keseluruhan. Sedangkan orang Serbia merupakan mayoritas populasi di wilayah utara.

Bentrikan baru-baru ini dimulai setelah Serbia Kosovo - yang merupakan sekitar 5% dari 1,8 juta penduduk negara itu secara keseluruhan - memboikot pemilihan lokal pada April lalu di empat kota utara yang mayoritas orang Serbia. Ini memungkinkan etnis Albania untuk mengambil kendali dewan.

Beograd mendukung boikot tersebut - menghasilkan jumlah pemilih hanya 3,47% - yang dipicu setelah komunitas Serbia menuntut pembentukan asosiasi kotamadya Serbia yang dijanjikan.

Terlepas dari dukungannya untuk Kosovo, Uni Eropa dan AS telah mengkritik Pristina karena membuat situasi tidak stabil dan mendesak pihak berwenang untuk "mengurangi ketegangan". Saran ini tampaknya tidak didengarkan.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement