IRAN - Hanya beberapa minggu menjelang peringatan satu tahun protes massal yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini, otoritas Iran sedang mempertimbangkan undang-undang baru yang kejam tentang mengenakan jilbab yang menurut para ahli akan menerapkan tindakan hukuman keras yang belum pernah terjadi sebelumnya ke dalam undang-undang.
Rancangan undang-undang yang terdiri dari 70 pasal itu menetapkan serangkaian proposal, termasuk hukuman penjara yang lebih lama bagi perempuan yang menolak mengenakan jilbab, hukuman baru yang berat bagi selebriti dan bisnis yang melanggar aturan, dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi perempuan yang melanggar kode berpakaian.
Para ahli mengatakan RUU itu, yang belum disahkan, merupakan peringatan bagi warga Iran bahwa rezim tidak akan mundur dari sikapnya terhadap hijab meskipun demonstrasi massal mengguncang negara itu tahun lalu.
RUU itu diajukan oleh kehakiman kepada pemerintah untuk dipertimbangkan awal tahun ini. Kemudian diteruskan ke parlemen dan selanjutnya disetujui oleh Komisi Hukum dan Yudisial.
Kantor berita pemerintah Mehr melaporkan pada Selasa (1/8/2023), RUU itu akan diserahkan ke Dewan Gubernur pada minggu ini sebelum diperkenalkan di lantai parlemen,
Mehr mengatakan parlemen Iran akan bekerja menyelesaikan teks dan memberikan suara pada RUU itu dalam dua bulan ke depan.