Taliban pada awalnya menampilkan dirinya sebagai versi yang lebih moderat dari sebelumnya dan menjanjikan “amnesti” bagi musuh-musuhnya ketika mereka melakukan serangan di seluruh negeri menyusul penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) setelah perang selama dua dekade.
Tapi itu justru menindak keras warga, menargetkan perempuan dengan melarang mereka dari universitas dan menutup sekolah menengah untuk anak perempuan. Wanita Afghanistan juga dilarang bekerja di LSM termasuk PBB dan dilarang bepergian tanpa pendamping pria. Mereka juga dilarang berada di ruang publik seperti taman dan pusat kebugaran.
Kelompok hak asasi manusia internasional dan badan-badan seperti PBB menuduh Taliban memperlambat kemajuan dalam melindungi hak asasi manusia sejak merebut kekuasaan.
Perempuan Afghanistan yang berbicara kepada CNN mengatakan bahwa kehidupan di bawah pemerintahan Taliban menjadi semakin represif dan brutal, dengan adanya peraturan baru yang mengharuskan mereka untuk tetap mengenakan pakaian tertutup dan hanya boleh bepergian dengan wali laki-laki.
Dalam laporan tersebut, PBB mendokumentasikan lebih dari 144 kejadian penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap mantan pejabat pemerintah dan keamanan,
PBB mengatakan lebih dari 424 penangkapan dan penahanan sewenang-wenang dan setidaknya 14 kasus penghilangan paksa, termasuk kepala Penjara Wanita Herat Alia Azizi, yang tidak terlihat lagi sejak Oktober 2021.