Fatina Abu Sneineh, ibu Dua, mengatakan kepada CNN bahwa dia ketakutan saat putrinya diculik. Dua telah dibebaskan dari tahanan rumah, dan polisi memeriksanya beberapa kali sehari.
“Dia sakit setiap hari sejak pulang, dia belum bisa makan,” terang sang ibu.
Keluarga mengatakan bahwa setelah Dua ditangkap, polisi menggeledah rumah tersebut hingga terbalik. Ketika saudara laki-laki Dua, Ibrahim, yang berusia 27 tahun, sampai di rumah, dia juga ditangkap dan masih dipenjara.
“Dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Mereka bilang dia menghasut dan mendukung terorisme, tapi dia tidak mengunggah apa pun di media sosial. Dan bahkan jika dia melakukannya, dia tidak akan pernah menghasut kekerasan atau mengatakan sesuatu yang salah,” lanjutnya,
Dia menjelaskan bahwa putra sulungnya, Aboud, telah dipenjara selama delapan bulan karena melakukan protes di sekitar Masjid al-Aqsa di Yerusalem.
“Dia (Aboud) juga tidak melakukan kesalahan apa pun, tapi karena dia di penjara, Ibrahim tidak mau mengambil risiko mendapat masalah,” ujarnya.
Gaza berada di bawah pemboman hebat oleh pasukan Israel setelah Hamas melakukan serangan teror yang mengerikan terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober lalu, menewaskan 1.400 orang dan menyandera lebih dari 240 orang.
Lebih dari 9.000 orang, termasuk ribuan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak saat itu, menurut angka yang dirilis Jumat oleh Kementerian Kesehatan Palestina di Ramallah, yang diambil dari sumber di daerah kantong yang dikuasai Hamas.
Banyaknya korban jiwa akibat pemboman Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza telah memicu kritik global terhadap Israel, bahkan beberapa sekutu terdekatnya menyerukan “jeda” atau gencatan senjata kemanusiaan.
Namun warga Palestina yang menyatakan solidaritasnya terhadap Gaza menghadapi konsekuensi serius di Israel.