BEIJING – China mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menolerir kegiatan separatis di Taiwan meski Beijing bersedia memberikan “banyak ruang” untuk reunifikasi damai dengan Taipei. Peringatan itu disampaikan Juru Bicara Pemerintah China sebagai tanggapan atas komentar politisi pro-kemerdekaan Taiwan menjelang pemilihan presiden di pulau tersebut.
Menurut laporan media, Lai Ching-te dan Hsiao Bi-khim, keduanya dari Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di Taiwan, baru-baru ini mengklaim bahwa pulau tersebut terus terancam oleh serangan dari daratan.
Lai, yang menyebut dirinya sebagai “pekerja untuk kemerdekaan Taiwan,” sedang berkampanye untuk mendapatkan jabatan dalam pemilihan presiden pada Januari dan telah memilih Hsiao, mantan diplomat Taiwan untuk Amerika Serikat (AS), sebagai pasangannya.
Chen, juru bicara Dewan Negara Tiongkok untuk Kantor Urusan Taiwan, mengatakan Beijing tidak akan mengerahkan kekuatan penuh di Taiwan jika mereka mempromosikan separatisme, demikian dilansir RT.
Dia mengutip Undang-undang Anti-pemisahan Beijing tahun 2005, yang menegaskan kembali bahwa Tiongkok memandang Taiwan sebagai bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayahnya. Undang-undang tersebut memungkinkan Beijing untuk menggunakan cara-cara sepihak dan tidak damai untuk mencapai penyatuan dengan pulau tersebut, yang telah memiliki pemerintahan sendiri sejak 1949 dan pada masa Perang Saudara Tiongkok.
“Saya ingin menekankan bahwa kemerdekaan Taiwan berarti perang,” kata Chen sambil menyebut Lai dan Hsiao sebagai separatis. Dia lebih lanjut menuduh pasangan tersebut memutarbalikkan fakta dan meremehkan risiko kegiatan separatis untuk menipu pemilih menjelang pemilu 2024.