GEORGIA – Pada awal November lalu, 50 anggota parlemen oposisi Georgia berpidato di depan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan negara-negara anggota Uni Eropa (UE) yang menyerukan sikap bersatu melawan rencana Rusia untuk mendirikan pangkalan angkatan laut permanen di wilayah Abkhazia, Georgia yang memisahkan diri.
Rencana Kremlin telah menimbulkan kekhawatiran bahwa pangkalan tersebut dapat menyeret Georgia yang merupakan negara harapan UE ke dalam perang Rusia di Ukraina dan merugikan rencana Tbilisi sendiri untuk membangun pelabuhan di Laut Hitam.
“Kami dengan suara bulat dan tegas mengutuk pendudukan, militerisasi, dan tindakan Rusia lainnya yang bertujuan untuk mencaplok wilayah Georgia yang diduduki, yang ekspresi barunya adalah pembukaan pangkalan angkatan laut permanen Rusia di pelabuhan Ochamchire,” bunyi pernyataan anggota parlemen.
Beberapa minggu sebelumnya pemimpin de facto Abkhazia, Aslan Bzhania, telah mengkonfirmasi bahwa perjanjian telah ditandatangani dengan Kremlin mengenai pangkalan angkatan laut permanen di pelabuhan Ochamchire di Laut Hitam.
Abkhazia diakui secara internasional sebagai bagian dari Georgia, namun telah berada di bawah kendali pasukan Rusia dan separatis sejak 1990-an.
Kementerian luar negeri Georgia mengecam rencana Rusia sebagai pelanggaran berat terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Georgia, meskipun pihak berwenang di Tbilisi meremehkan pentingnya pangkalan angkatan laut permanen, dan menggambarkannya sebagai bukan ancaman yang akan segera terjadi.
“Bahkan jika mereka mulai membangun pangkalan di Ochamchire, hal itu akan memakan waktu setidaknya tiga tahun,” kata Nikoloz Samkharadze, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Georgia kepada BBC.
“Kami berkonsentrasi pada ancaman yang akan terjadi, dan bukan pada ancaman yang mungkin terjadi di masa depan,” lanjutnya.