Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Aspek Religiositas dan Teori Hierarki Kebutuhan dalam Mengelola Organisasi Keagamaan

Opini , Jurnalis-Senin, 25 Desember 2023 |14:29 WIB
Aspek Religiositas dan Teori Hierarki Kebutuhan dalam Mengelola Organisasi Keagamaan
Frans Ruffino. (Foto: Dok Pribadi)
A
A
A

Dalam konteksi organisasi, ada lima tingkatan kebutuhan dasar yang dipenuhi yaitu pertama kebutuhan fisiologis (physiological needs) atau kebutuhan terkait tubuh manusia, misalnya makanan, air, tidur, dan kepuasan indera. Kedua, kebutuhan rasa aman (safety needs) yang mencakup terbebas dari bahaya dan ancaman lingkungan. Ketiga, adalah kebutuhan afiliasi (affiliation needs) yang sering disebut kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang. Keempat, kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan baik berupa prestasi maupun prestise. Terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri (need for self-actualization). Maslow mendefinisikan kebutuhan ini sebagai keinginan untuk menjadi apa yang anda mau sehingga bisa bertanggungjawab dan kreatif dalam melaksanakan tugas.

Dengan pemahaman teori Maslow, jajaran pengurus DKM bisa memahami apabila ada individu-individu yang belum bisa aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan di organisasi karena masih berusaha memenuhi kebutuhan yang sifatnya fisiologis atau kebutuhan dasar fisik manusia hingga afiliasi. Dengan kata lain, apabila secara ekonomi dan sosial, kebutuhan pengurus tersebut telah terpenuhi, maka akan lebih mudah dan sepenuh hati mereka mengabdi demi kepentingan agama.

Dari pemaparan kedua hal tersebut baik aspek religiositas dan teori hierarki kebutuhan Maslow, kita dapat menjadikan keduanya sebagai alat untuk memahami mengapa ada pengurus Dewan Kemakmuran Masjid yang aktif dan tidak aktif. Lalu cara apa yang bisa ditempuh agar pengurus kembali aktif? Cara pertama adalah Ketua DKM secara aktif menjalin komunikasi dan mengingatkan individu tersebut akan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Kedua mengajaknya untuk aktif kembali di masjid dan bersama pengurus lain beribadah dan menjalankan tugasnya.

Apabila tidak berhasil, maka dengan terpaksa mencari pengganti dengan kriteria orang yang baru memiliki kadar religiositas yang tinggi dan secara kebutuhan dasarnya telah terpenuhi sehingga bisa berkomitmen memberikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk organisasi. Meskipun kedua langkah ini dilaksanakan, memang tidak ada jaminan masing-masing pengurus akan aktif di masjid dan melaksanakan tugas dan kewajibannya. Seperti halnya yang disampaikan pengurus sebelumnya. Dalam mengelola organisasi keagamaan dan tempat ibadah memang tidaklah mudah.

Frans Ruffino A, Mahasiswa Magister Paramadina Graduate School of Communication

(Qur'anul Hidayat)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement