Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dirty Vote, Cawe-Cawe Jokowi, dan Bahaya Penolakan Hasil Pilpres 2024

Opini , Jurnalis-Selasa, 13 Februari 2024 |10:09 WIB
Dirty Vote, Cawe-Cawe Jokowi, dan Bahaya Penolakan Hasil Pilpres 2024
Denny Indrayana (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

Seandainya kesadaran dan penolakan itu bersama-sama disuarakan setahun yang lalu, mungkin saja dampaknya berbeda. Namun, tampaknya, beberapa kita baru siuman dari pingsan dan keimanan pada Jokowi yang terlalu meninabobokkan. Baru setelah ada Putusan 90 Paman Usman untuk Gibran, yang lebih membongkar topeng planga-plongo Jokowi, beberapa kita tersadar dan bereaksi: Jokowi adalah Bukanlah Kita.

Saat ini, saya berpandangan, dampak utama Dirty Vote adalah menegaskan penolakan pada Paslon 02, utamanya pada pemilih yang sedari awal memang tidak memilih Gibran Jokowi. Tetapi, untuk menjadi faktor yang mengubah preferensi pemilih—khususnya di kelas menengah ke bawah yang menjadi basis pemilih paslon gemoy, yang telah sukses disuap dengan penyimpangan anggaran bantuan sosial, sehingga berdampak elektoral, rasa-rasanya masih sulit untuk terjadi.

Tetap saja, kehadiran film Dirty Vote terlalu penting untuk dilewatkan, dan layak disambut dengan apresiasi dan proteksi, walau agak terlambat. Bukankah, lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali, better late than never!

Cawe-Cawe Presiden Jokowi: Bukan Hanya Kejahatan Konstitusional Tetapi Juga Cenderung Kriminal 

Ya! Cawe-cawe Presiden Jokowi itulah, yang merupakan kejahatan konstitusional yang merusak pondasi utama pelaksanaan Pilpres 2024, menyimpang jauh dari amanat jujur dan adil. Sebagai outgoing president, peran penting Jokowi seharusnya adalah memastikan penggantinya, sebagaimana aturan UUD 1945: dipilih langsung oleh rakyat. Melakukan berbagai upaya terstruktur, sistematis dan masif (TSM)—bahkan brutal, yang diduga dan terbaca berupaya memenangkan Paslon 02, bukan hanya dilarang, tetapi juga membuat esensi kompetisi dalam Pilpres 2024 menjadi kehilangan makna.

Peran utama outgoing president dalam Pilpres 2024 adalah menjadi wasit yang memberi jalan dan peluang setara kepada semua kandidat presiden. Sesuatu yang dengan telanjang tidak dilakukan Presiden Jokowi. Terlalu jelas bagaimana Presiden Jokowi mempunyai preferensi kepada Paslon 02, dengan anaknya Gibran Jokowi, sekaligus resistensi kepada paslon yang lain, khususnya 01. Hal yang tentunya akan dibantah dihadapan publik, tetapi terlalu jelas indikasi dan bukti petunjuknya dari berbagai momen, pemberitaan, dan analisis akademik yang dapat dipertanggungjawabkan.

Masih sebagai pertanggungjawaban akademik, izinkan saya memberi catatan atas pernyataan Profesor Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK. Dalam salah satu podcast, Beliau mengatakan tidak ada bukti keterlibatan Presiden Jokowi dalam skandal Paman Usman untuk Gibran. Sambil mengatakan semua informasi intervensi dan pemberitaan aliran dana adalah hoax. Izinkan saya, sebagai murid Beliau, menyampaikan pandangan berbeda, tentu sebagai bentuk sayang dan penghormatan.

Profesor Jimly mungkin lupa, bahwa putusan MKMK menyimpulkan, Anwar Usman “... terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90”. Memang tidak dijelaskan siapa pihak luar itu, dan dalam podcast yang lain, Profesor Jimly enggan mengatakan siapa pihak yang cawe-cawe tersebut. Yang pasti, faktanya, dalam pertimbangan MKMK, salah satu bukti yang dijadikan landasan kesimpulan MKMK tersebut adalah investigasi jurnalistik Tempo. Jadi, mengatakan semua pemberitaan hoax, justru bertentangan dengan putusan MKMK itu sendiri.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement