NAIROBI - Kenya menghentikan rencana untuk mengerahkan setidaknya 1.000 petugas polisi ke Haiti menyusul kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang terjadi di negara Karibia tersebut. Penghentian ini juga terkait keputusan Perdana Menteri (PM) Ariel Henry yang mengundurkan diri setelah dewan kepresidenan dibentuk.
“Memang benar rencana pengerahan petugas polisi telah ditunda,” kata Sekretaris Utama Urusan Luar Negeri Kenya Koriri Sing’oei pada Selasa (12/3/2024), dikutip AP.
“Telah terjadi perubahan mendasar dalam keadaan di Haiti sebagai akibat dari rusaknya hukum dan ketertiban,” lanjutnya.
Sing’oei mengatakan bahwa tanpa pemerintahan yang jelas di Haiti, tidak ada kekuatan kepolisian internasional. Oleh karena itu, pemerintah Kenya akan menunggu pelantikan otoritas baru di Haiti, sebelum mengambil keputusan lebih lanjut mengenai penempatannya.
Seperti diketahui, Kenya pada Oktober lalu telah menyetujui untuk memimpin pasukan polisi internasional yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Haiti. Namun pengadilan tinggi negara tersebut pada Januari lalu memutuskan bahwa hal ini tidak konstitusional, sebagian karena kurangnya perjanjian timbal balik antara kedua negara mengenai penempatan pasukan tersebut.
Presiden Kenya William Ruto mengatakan bahwa dia dan Henry telah menyaksikan penandatanganan perjanjian timbal balik antara Kenya dan Haiti pada 1 Maret lalu, yang membuka jalan bagi penempatan pasukan tersebut.
Berdasarkan rencana tersebut, polisi multi-nasional yang didukung PBB dan dipimpin oleh petugas Kenya akan membantu memadamkan kekerasan geng yang telah lama melanda Haiti. Namun kekerasan meningkat tajam sejak 29 Februari, dengan orang-orang bersenjata membakar kantor polisi, menutup bandara internasional utama dan menggerebek dua penjara terbesar di negara tersebut, serta membebaskan lebih dari 4.000 narapidana.