GAZA – Seorang ibu akan mencari anaknya yang hilang kemana saja. Dan selama dia memiliki kekuatan, dia tidak akan pernah berhenti mencarinya.
Terlepas apakah orang-orang yang dicarinya masih hidup atau sudah mati, itu tidak menjadi masalah. Hal ini yang dilakukan seorang ibu bernama Kareema Elras. Selama empat hari, Kareema berjalan melewati kebisingan, debu, dan bau busuk yang menyengat dari kuburan massal di rumah sakit Nasser, Gaza.
Dia adalah ibu dari Ahmed, 21 tahun, yang dibunuh pada 25 Januari di kota Khan Younis, di tengah selatan Gaza. Jenazahnya telah hilang sejak saat itu.
Pada Selasa (23/4/2024), Kareema menemukan putranya. “Saya telah datang ke sini sepanjang waktu sampai sekarang, sampai saya menemukan mayat putra saya, putra saya Ahmed, anak laki-laki yang tersayang. Dia kehilangan ayahnya ketika dia berusia 12 tahun, dan aku membesarkannya,” terangnya.
Di dekatnya, keluarga-keluarga lain berjalan di sepanjang perimeter kuburan.
Ini adalah pemandangan yang sangat familiar di zona perang di seluruh dunia. Buldoser mencakar bumi untuk menjangkau orang mati. Sebuah lengan, kaku, menjulur dari bawah tanah. Para penggali kubur menandai tempat-tempat di mana jenazah yang digali akan dikuburkan. Dan keluarga korban yang hilang, berharap menemukan orang yang mereka cintai di antara korban tewas.
Namun universalitas gambaran tersebut tidak serta merta memberikan penjelasan yang sama. Setiap kuburan massal baik di Balkan, Afrika tengah, Timur Tengah, atau di tempat lain, merupakan konsekuensi dari kondisi lokalnya masing-masing.
Dalam perang yang dilaporkan telah merenggut nyawa lebih dari 34.000 orang di wilayah terbatas, menguburkan orang mati telah menjadi tugas yang rumit dan seringkali berbahaya.
Beberapa kuburan penuh. Yang lain tidak mungkin dijangkau karena pertempuran. Karena tekanan ini, banyak jenazah dikuburkan di halaman rumah sakit tempat pasukan Israel mengatakan mereka memerangi Hamas.
(Susi Susanti)