MANILA - Filipina menuduh China berusaha membangun sebuah "pulau buatan" di Sabina Shoal, sebuah terumbu karang kosong yang terletak 75 mil laut dari pulau Palawan. Manila juga mengumumkan bahwa mereka berencana memperkuat kehadirannya di perairan dangkal dan pulau-pulau kecil di Laut China Selatan untuk mencegah Beijing melakukan operasi reklamasi lahan di perairan sengketa tersebut.
Penegasan ini menyusul pengungkapan yang dilakukan Penjaga Pantai Filipina (PCG), bahwa mereka telah mengirim kapal ke Sabina Shoal yang tidak berpenghuni "untuk mengawasi dugaan aktivitas ilegal China, yang melibatkan pembuatan 'pulau buatan' di sekitar terumbu bawah air perairan tersebut." Komentar tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan kantor Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr.
Juru Bicara PCG Komodor Jay Tarriela memberitahu forum media pada Sabtu, 11 Mei bahwa telah terjadi "reklamasi kecil" di Sabina Shoal, dengan China sebagai "pelaku yang paling mungkin." Dia menyebutkan bahwa penjaga pantai telah menemukan tumpukan karang mati dan hancur yang dibuang di beting pasir, yang oleh Manila disebut Escoda Shoal.
"Terlihat bahwa karang yang hancur telah dibuang, dan kemungkinan besar karakteristik laut telah berubah," kata Tarriela dalam tulisan terpisah di media sosial X sebagaimana dikutip The HK Post, Selasa (21/5/2024).
Baru-baru ini, dalam sebuah forum di Manila, Tarriela mengaku bertekad mempertahankan kehadirannya di Laut China Selatan, dengan tujuan menggagalkan upaya China dalam melakukan reklamasi di Sabina Shoal.
Sebelumnya, pada pertengahan 2010-an, China berhasil melakukan reklamasi lahan skala besar di Kepulauan Spratly, mengubah beberapa di antaranya menjadi pulau buatan. Pulau-pulau tersebut kini dilengkapi landasan udara, sistem radar, dan gedung pemerintahan. Komitmen TCG adalah memastikan sejarah tidak terulang kembali di Sabina Shoal.
Sabina Shoal
Manila sangat termotivasi menghentikan China dalam mengubah Sabina Shoal menjadi pulau buatan seperti di wilayah lainnya. Beting ini berlokasi strategis di sebelah timur tujuh fitur China lainnya di Kepulauan Spratly, hanya 75 mil laut di lepas pantai Palawan, pulau paling barat di Filipina.
Selain itu, Sabina Shoal berfungsi sebagai titik pertemuan kapal-kapal yang melakukan misi pasokan ke Second Thomas Shoal. Terumbu karang yang terendam ini, yang ditempati Filipina dan terletak sekitar 36 mil laut ke arah barat, telah menjadi titik panas utama dalam perselisihan China-Filipina.
Dalam satu setengah tahun terakhir, Penjaga Pantai China (CCG) telah meningkatkan upaya menghalangi misi pasokan Filipina di Second Thomas Shoal, perairan di mana terdapat bekas kapal perang yang terdampar. Dalam konfrontasi baru-baru ini, CCG terpaksa menabrakkan dan menggunakan meriam air bertekanan tinggi terhadap kapal PCG dan kapal pemasok yang ditugaskan oleh Angkatan Laut Filipina, sehingga menimbulkan kerusakan yang signifikan.
Hal ini telah menyebabkan pertikaian diplomatik, di mana kedua belah pihak saling menuduh bermuka dua dan tidak jujur, dan hingga kini tidak ada penyelesaian yang jelas.
Kementerian Luar Negeri China membantah klaim bahwa mereka telah memulai reklamasi di Sabina Shoal, dan menolak tuduhan tersebut sebagai "rumor yang tidak berdasar."
"Akhir-akhir ini, Filipina terus-menerus menyebarkan rumor, dengan sengaja memfitnah China, dan mencoba menyesatkan komunitas global. Semuanya sia-sia," tutur juru bicara Filipina Wang Wenbin dalam konferensi pers di Beijing.
Ia menyerukan Filipina untuk "menyelaraskan kembali pendekatannya dalam menyelesaikan sengketa maritim melalui dialog dan konsultasi bersama."
Ketika ketegangan meningkat, Filipina telah mengumumkan niatnya memperluas pengawasan terhadap seluruh 11 wilayah yang dimilikinya di Kepulauan Spratly, bersama dengan beberapa wilayah lain yang tidak dihuni seperti Sabina Shoal dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Dalam berita terkait, Jonathan Malaya, juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC), mengungkapkan bahwa kepala NSC Eduardo Ano telah menginstruksikan peningkatan keamanan di lokasi-lokasi di ZEE Manila.
Ketegangan di Laut China Selatan
"Hanya kami yang akan menjaga lokasi-lokasi ini," ucap Malaya dalam wawancara televisi.
"Berdasarkan hukum internasional, adalah tugas kita untuk melindungi kawasan ini, memastikan lingkungannya tetap tidak rusak, dan mencegah kegiatan reklamasi," lanjutnya.
Pernyataan ini dibuat di hari yang sama ketika Filipina mengungkapkan rencana memulai penyelidikan formal terhadap klaim bahwa staf di Kedutaan Besar China di Manila terlibat dalam menyebarkan informasi yang salah mengenai konflik Laut China Selatan.
Titik fokus penyelidikan adalah rekaman yang diungkapkan pihak kedutaan pekan lalu. Rekaman ini diduga menangkap percakapan antara diplomat China yang tidak disebutkan namanya dan Wakil Laksamana Alberto Carlos dari Filipina, kepala Komando Barat Angkatan Bersenjata yang berbasis di Palawan.
Pembicaraan tersebut berkaitan dengan penanganan ketegangan yang meningkat di Second Thomas Shoal. Peluncuran rekaman ini dilakukan di waktu yang strategis untuk mendukung pernyataan China bahwa Filipina telah memulai perjanjian informal yang bertujuan meredakan situasi panas di perairan dangkal tersebut.
Akhir pekan lalu, Ano mendesak pemerintah Filipina untuk mengusir staf kedutaan China karena diduga merekam percakapan telepon, yang mungkin melanggar hukum Filipina. Kementerian Luar Negeri Filipina kemudian mengatakan bahwa pihaknya akan "meneliti setiap laporan mengenai aktivitas ilegal dan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat diplomatik, dan mengambil tindakan yang diperlukan sejalan dengan undang-undang dan peraturan yang ada."
(Susi Susanti)