Bulu tersebut didaftarkan sebagai taonga tūturu di bawah sistem untuk melindungi benda-benda buatan Maori. Hanya kolektor yang memiliki lisensi dalam sistem yang diizinkan untuk membelinya, dan tidak dapat meninggalkan negara tersebut tanpa izin dari Kementerian Kebudayaan dan Warisan.
Morris mengatakan minat dan antusiasme yang tinggi dari warga Selandia Baru juga membantu mendongkrak harga.
“Kami mencatat rekor jumlah orang yang mengetahui cara menjadi kolektor terdaftar,” katanya.
“Di Selandia Baru, kami sangat peduli terhadap pemeliharaan lahan, lingkungan, serta flora dan fauna kami,” terangnya.
“Dan saya pikir mungkin karena burung ini sudah punah, kami akan melihat burung-burung lain di Selandia Baru dan berkata, kami tidak ingin hal itu terjadi lagi,” tambahnya.
Di masa lalu, bulu huia merupakan tanda status bagi masyarakat Māori. Menurut Museum Selandia Baru, burung ini sudah langka sebelum kedatangan orang Eropa sehingga spesies ini menjadi incaran para kolektor dan pedagang fesyen setelah mendapatkan popularitas di kalangan mereka yang datang ke Selandia Baru. Kondisi ini akhirnya menyebabkan kepunahannya.
(Susi Susanti)