Muslihat jahat di balik pengajuan PKPU terhadap Inet antara lain terendus dari penunjukan seorang resepsionis di pusat kebugaran yang diduga milik istri Sukoco Halim sebagai komisaris PT GDLA.
"Nama staf saja dicatut seolah jadi komisaris. Ini jelas rekayasa jahat mem-PKPU-kan perusahaan sendiri. Apapun keputusannya, pailit atau perdamaian antarpihak, ini adalah kedok agar lolos dari kewajiban utang. Jadi, Hakim Pengawas Pengadilan Niaga harus menghentikan proses PKPU yang penuh tipu-tipu ini,” ujar Irfan.
Pada sidang PKPU Inet di Pengadilan Niaga 3 April 2024, hakim memutuskan memperpanjang waktu proses persidangan hingga 45 hari.
Kuasa hukum lain kreditur asli Inet, Chris Taufik, mengungkapkan, dari hasil temuan timnya, ada dua pemegang saham GDLA yakni Sulastri dan Sutinah. Keduanya diketahui tinggal di permukiman padat penduduk di Jakarta Barat. Sulastri berperan sebagai direktur. ”Sementara komisaris yang bernama Sutinah sebenarnya adalah resepsionis di pusat kebugaran yang diduga milik istri komisaris Inet,” beber Chris.
Dalam pertemuan dengan timnya, lanjut Chris, Sutinah membenarkan bahwa dirinya adalah pengurus sekaligus pemegang saham GDLA atas penunjukkan dari atasannya yang bernama Sulastri. Namun, perempuan berusia 25 tahun itu sama sekali tidak mengetahui aktivitas perusahaan apalagi menyangkut pengajuan PKPU. Tentang hal ini, Sutinah telah menulis surat pernyataan resmi bertandatangan dan bermaterai pada 28 Maret 2024.
Sementara itu, MNC Portal Indonesia telah berupaya menghubungi Sukoco Halim dan Santoso Halim melalui pesan singkat dan sambungan telepon untuk menanggapi dugaan rekayasa pengajuan PKPU ini. Namun hingga berita ini diturunkan keduanya belum memberikan respon.
(Arief Setyadi )