Dia pun mempertanyakan maksud pemerintah yang kini tiba-tiba memberikan konsensi tambang batubara ke PBNU, lewat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. "Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi itu tidak dapat tidak mengandung masalah," jelasnya.
Menurut dia, pemberian konsesi tambang batubara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu, dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yg dimiliki oleh kelompok tertentu.
"Luas diketahui satu perusahaan, seperti Sinarmas menguasai lahan (walau bukan semuanya batubara) seluas sekitar 5 juta hektar. Bahkan, Dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber Daya Alam Indonesia sungguh 'dijarah secara serakah' oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat," tegasnya.
Kemudian pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. Din pun mengungkapkan diminta mewakili Islam meletakkan petisi kepada Sekjen PBB agar pada 2050 tidak ada lagi energi fosil).
"Maka, besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara (sila bandingkan dengan lahan yg dikuasai oleh para pengusaha)," kata dia.
Selain itu, pemberian tambang "secara cuma-cuma" kepada NU dan Muhammadiyah potensial membawa jebakan. Menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem IUP dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yg dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.
Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi dan tidak menjamin bahwa perolehan negara/APBN harus lebih besar dari Keuntungan bersih penambang. Selain sistem IUP ini selama bertahun-tahun terbukti disalah gunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari Bupati, Gubernur, hingga Dirjen dlm mengeluarkan IUP untuk menjadikan wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi.
"Jika Ormas Keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi," ujarnya.
Kata Din, pemberian konsesi tambang batubara kepada organisasi masyarakat dalam keadaan politik nasional yang kontroversial akibat Pemilu/Pilpres akan mudah dipahami sebagai upaya kooptasi, peredaman tuduhan ketakadilan, dan di baliknya akan memuluskan jalan penguasaan ekonomi oleh pihak tertentu dan kaum kleptokrat di pemerintahan. Harapannya, NU dan Muhammadiyah bungkam terhadap kemungkaran di depan mata.
"Yang perlu dilakukan pemerintah adalah aksi afirmatif, yakni dengan menyilakan penguasaha besar maju, tapi rakyat kebanyakan diberdayakan (bukan diperdayakan)," tegas mantan Ketua PP Muhammadiyah itu.
(Fakhrizal Fakhri )