JAKARTA - Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, judi online bisa menjadi pintu masuk terhadap industri candu lainnya seperti rokok, pornografi hingga narkoba.
Hal tersebut sekaligus merespons temuan PPATK yang menyebut, ada 168 juta transaksi dari 3,2 juta orang, dengan 2% pemain judi online adalah anak anak berusia dibawah 10 tahun atau 80 ribu anak-anak sepanjang 2023.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra prihatin adanya anak di bawah umur bisa terjerembap di judi online. Menurutnya, judi online iti bersifat candu dan akan sukit dibatasi.
"Atas sebab itulah industri candu bertali temali meraup keuntungan dari anak, yang mudah dikuasai. Dan orang sekitarnya juga cenderung memaklumi, dengan alasan demi anak," kata Jasra dalam keterangan tertulis, Senin (8/7/2024).
Namun demikian, Jasra menilai dosis kecanduan anak akan bertambah tanpa disadari. Ia menilai, anak terpapar judi online bisa juga kecanduan gal negatof lainnya.
"Dalam arti, dari judi online menjadi pintu masuk masuk industry candu lainnya. Seperti rokok, vape, pornografi, miras, narkoba, kekerasan dalam berbagai bentuk," tutur Jasra.
Dari judi online, Jasra menilai, akan menggerus ketahanan ekonomi keluarga, yang mengundang mudahnya perceraian. Ia mengaku, KPAI sudah mendapatkan laporan itu.
"Artinya dampak judi sebenarnya dari dulu telah berdampak buruk kepada ketahanan keluarga. Namun semenjak adanya judi online, lebih memperbanyak atau memasifkan dampaknya pada perceraian," terang Jasra.
"Jadi kita bisa pastikan, anak terlantar sekarang, tidak hanya karena yatim piatu. Tapi terlantar juga karena tergerusnya ketahanan keluarga akibat judi online. Dan artinya jika, PPATK menghitung ada 3,2 juta orang, maka kita pantas khawatir," imbuhnya.
(Angkasa Yudhistira)