JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, menyoroti langkah KPK yang tengah mengusut kasus korupsi bantuan presiden (Banpres) pada saat pandemi Covid-19. Menurutnya, celah korupsi bisa ditutup apabila disalurkan melalui metode bantuan nontunai.
“Kejadian ini seharusnya tidak terjadi apabila Pemerintah mengambil langkah penyaluran bansos berupa bantuan nontunai,” kata Selly dalam keteranga tertulis, Selasa (8/7/2024).
Bila Banpres disalurkan dengan metode nontunai, ia menilai, besaran bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan akan bertambah. “Maka dari 10 juta penerima manfaat dari sektor PKH yang tiap pertiga bulan mendapatkan bantuan, maka bisa ditambah angka nominal bantuannya dalam rangka penanganan Covid-19,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Selly menyesalkan mengapa metode Banpres dilakukan dengan pemberian sembako. Padahal pada tahun 2018, Pemerintah sudah menginisiasi bantuan non tunai bersama bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) demi perputaran ekonomi daerah.
“Tapi kenapa saat Covid-19, Pemerintah justru menggantikannya dengan paket sembako. Bagi saya ini kemunduran luar biasa,” sesal Selly.
Tak hanya itu, ia menilai, pembagian Banpres dengan beras kurang tepat karena Indonesia adalah bangsa yang memiliki keberagaman pangan. Selly memberi contoh misalnya di Papua yang makanan sehari-harinya berupa sagu, bukan beras.
“Menjadi ironis apabila bantuan sosial kita masih bersandar pada Jawa-sentris mengingat kebutuhan pangan masyarakat kita bukan melulu beras. Lalu pertimbangan jarak yang luas dengan lautan sebagai penghubungnya menjadi upaya yang sulit ketika bansos berupa komoditas ini diproduksi hanya di satu titik yakni Jakarta,” kata Selly.
“Negara membutuhkan mobilisasi besar-besaran untuk mengirimkan barang dari satu titik ke titik lainnya. Sedangkan masyarakat membutuhkan kepastian waktu agar bansos segera tereliasisasikan. Terlebih pada saat Covid yang lalu,” imbuh Selly.