SHEIKH Hasina Wazed adalah tokoh politik terkenal dari Bangladesh, merupakan putri pendiri negara tersebut, Sheikh Mujibur Rahman. Menurut laporan Al Jazeera, Hasina lahir pada 1947 di wilayah barat daya Bangladesh, yang saat itu masih dikenal sebagai Pakistan Timur. Dia akhirnya mundur setelah terjadi kerusuhan di Bangladesh.
Dia merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Hasina menyelesaikan pendidikan sarjana sastra Bengali di Universitas Dhaka pada tahun 1973. Selain mewarisi semangat perjuangan politik dari ayahnya, Hasina juga memperoleh pengalaman berharga dalam bidang politik.
Pada usia 27 tahun, dia berhasil lolos dari upaya kudeta militer yang menewaskan ayahnya, ibunya, dan tiga saudara laki-lakinya karena kebetulan berada di luar negeri. Setelah beberapa tahun hidup dalam pengasingan, Hasina kembali ke Bangladesh pada 1981 dan berhasil menjalin aliansi dengan Khaleda Zia, ketua BNP sekaligus mantan Perdana Menteri.
Keduanya berkolaborasi memimpin perjuangan rakyat dalam menggulingkan pemerintahan militer Hossain Mohammad Ershad. Namun, kerjasama dengan Zia tidak berlangsung lama. Mereka akhirnya berpisah dan bersaing satu sama lain. Hasina mulai menjabat sebagai perdana menteri pada tahun 1996, tetapi kalah dari Zia dalam pemilihan lima tahun kemudian.
Mengutip BBC, ayah Hasina adalah Sheikh Mujibur Rahman, seorang nasionalis yang dikenal sebagai "Bapak Bangsa" Bangladesh. Mujibur memimpin perjuangan kemerdekaan negara itu dari Pakistan pada 1971 dan menjadi presiden pertamanya. Pada saat itu, Hasina sudah dikenal sebagai seorang pemimpin mahasiswa di Universitas Dhaka.
Pada 1975, ayahnya dan hampir seluruh keluarganya dibunuh dalam kudeta militer. Hanya Hasina dan adik perempuannya yang selamat karena kebetulan mereka sedang berada di luar negeri saat tragedi tersebut terjadi.
Sebagai penerus dinasti politik, kedua wanita ini telah menguasai arena politik Bangladesh selama lebih dari tiga puluh tahun dan sering disebut sebagai "Begum yang berani bertempur". Istilah Begum merujuk pada wanita Muslim dengan status tinggi.
Para pengamat mencatat bahwa persaingan keras mereka telah menyebabkan insiden seperti bom bus, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar hukum menjadi hal yang umum. Pada tahun 2009, Hasina kembali memimpin setelah memenangkan pemilihan umum yang diadakan di bawah pemerintahan sementara.
Sebagai seorang yang telah melewati berbagai tantangan politik, Hasina mengalami banyak penangkapan saat oposisi dan beberapa upaya pembunuhan, termasuk serangan pada 2004 yang merusak pendengarannya. Dia juga berhasil menghindari usaha memaksanya mengasingkan diri dan menghadapi berbagai kasus pengadilan terkait tuduhan korupsi.
Berkat dukungan gerakan pro-demokrasi pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, Hasina menjadi sosok penting dalam sejarah nasional.
Protes terbaru merupakan tantangan terbesar bagi Hasina sejak dia mulai menjabat, dan muncul setelah pemilihan yang sangat kontroversial di mana partainya berhasil meraih kursi parlemen untuk periode keempat berturut-turut.
Di tengah meningkatnya desakan agar dia mengundurkan diri, Hasina tetap menunjukkan sikap keras kepala. Dia mengecam para pengacau sebagai "teroris" dan meminta dukungan untuk "menindak tegas para teroris ini dengan tangan besi".
Kerusuhan di Dhaka, yang awalnya dimulai dengan tuntutan penghapusan kuota dalam perekrutan pegawai negeri, telah berkembang menjadi gerakan anti pemerintah yang lebih luas. Setelah pandemi, Bangladesh menghadapi krisis ekonomi dengan lonjakan biaya hidup, inflasi yang tinggi, penurunan cadangan devisa, dan utang luar negeri yang meningkat dua kali lipat sejak 2016.
Para kritikus menyalahkan pemerintahan Hasina atas masalah ini, mengklaim bahwa keberhasilan ekonomi sebelumnya hanya menguntungkan mereka yang dekat dengan Liga Awami Hasina karena adanya korupsi yang merajalela.
Mereka juga menilai bahwa kemajuan negara telah mengorbankan demokrasi dan hak asasi manusia, serta menuduh bahwa pemerintahan Hasina dicirikan oleh tindakan otoriter yang menekan lawan politik, pengkritik, dan media. Pemerintah serta Hasina sendiri membantah semua tuduhan tersebut.
(Maruf El Rumi)