PESAWAT Garuda Indonesia DC-9 Woyla dibajak pada 1981. Letnan Kolonel Inf (Purn) Untung Suroso pun memimpin satuan kecil Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam operasi pembebasan sandera alam pesawat tersebut.
Kepada Puspen TNI, Untung menceritakan kisah mendebarkan yang terjadi di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand. Kala itu pesawat Garuda Indonesia jenis Douglas DC-9 dibajak oleh sekelompok teroris bersenjata.
Dalam situasi kritis, Kopassus diberi tanggung jawab besar untuk menyelamatkan para sandera dalam operasi yang dikenal sebagai Operasi Woyla. Operasi bersejarah itu membuat terkejut dunia militer dunia.
Sebab, Letkol Untung dan timnya berhasil menaklukkan para teroris dan membebaskan seluruh penumpang hanya dalam waktu 2 menit 49 detik.
Saat itu Untung Suroso memimpin enam prajurit, dia menceritakan bagaimana detik-detik krusial operasi berlangsung.
“Saat saya memberikan aba-aba untuk menyerbu, saya mulai menghitung waktu dengan stopwatch, bukan jam tangan biasa. Stopwatch ini adalah perlengkapan khusus dari Amerika. Saya terkejut ketika melihat waktu operasi selesai dalam 2 menit 49 detik,” ujarnya.
Saat memasuki pesawat, tim Kopassus dibagi menjadi tiga bagian: depan, tengah, dan belakang. Setiap bagian hanya terdiri dari dua prajurit, sementara Suroso sendiri berada di dekat pintu depan untuk mengawasi situasi.
Ketika aksi dimulai, salah satu teroris yang bertubuh besar dan kuat menjadi tantangan tersendiri. Meskipun telah ditembak berkali-kali, teroris tersebut terus bangkit hingga akhirnya berhasil dilumpuhkan secara total.
Namun, keberhasilan ini juga disertai dengan kehilangan. Pilot pesawat, Kapten Herman Rante, ditemukan tewas tertembak di bagian kepala oleh teroris. Selain itu, prajurit Kopassus Achmad Kirang juga gugur akibat tembakan di perutnya.