MALANG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan dilakukan masih terkait dugaan suap anggaran dana hibah fiktif kepada kelompok masyarakat (Pokmas) di wilayah Malang raya. Pemeriksaan di Polresta Malang Kota sudah memasuki hari ketiga.
Sejumlah penyidik KPKsudah masuk sejak Kamis pagi (19/9/2024) pukul 09.30 WIB. Dari 14 nama yang dijadwalkan dipanggil, hanya dua orang yang terlihat hadir. Bahkan, salah satu di antaranya justru salah orang. KPK seyogianya akan memeriksa inisial B, namun yang datang berbeda.
Hingga pukul 13.48 WIB, pemeriksaan saksi masih berlangsung di ruangan Ballroom Sanikasatyawada Polresta Malang. Sejauh ini total ada 35 orang yang dijadwalkan dimintai keterangan selama tiga hari penjadwalan pemeriksaan. Pemeriksaan ini seluruhnya terkait dugaan suap dana hibah fiktif DPRD Jawa Timur.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, sepanjang hari Kamis ini komisi anti rasuah menjadwalkan pemeriksaan kepada 14 saksi. Hari ini merupakan hari ketiga, sejak Selasa (17/9/2024) melakukan pemeriksaan sejumlah Pokmas di Polresta Malang Kota.
"Hari ini Kamis (19/9) KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait suap pengelolaan dana hibah, untuk kelompok masyarakat di lingkungan pemerintah provinsi Jawa Timur. Total ada 14 Pokmas," ucap Tessa dikonfirmasi Kamis (19/9/2024) siang.
Dari 14 nama itu yakni berinisial IB dari Pokmas Sejahtera, S dari Pokmas Sekartanjung, ADC dari Pokmas Maju Makmur, MS dari Pokmas Krajan Makmur, MG dari Pokmas Tirto Maju, dan SH dari Pokmas Pilar Mas. Kemudian B dari Pokmas Tugu Jaya, AS dari Pokmas Makmur Jaya, S dari Pokmas Gelanggang Makmur, serta MI dari Pokmas Tirta.
"Selanjutnya ada DJ darı Pokmas Kerto Gawe, HI dari Pokmas Tempursari, NK dari Pokmas Kampung Tengah, dan MY dari Pokmas Gunungan," pungkasnya.
Kasus suap dana hibah ini terbongkar saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Sahat pada akhir Desember 2022 lalu. Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga orang lainnya sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Sahat didakwa menerima suap Rp39,5 miliar. Ia kemudian divonis 9 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya.