Rektor Universitas Paramadina menambahkan bahwa solusi yang kelima yakni adanya aturan-aturan main yang jelas tentang parpol, khususnya dalam hal penggunaan keuangan. "Tapi aturan-aturan itu telah dilumpuhkan ketika KPK dimandulkan oleh Jokowi dkk. Pegawai KPK pun sudah jadi ASN," tegasnya.
Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto menerangkan bahwa parpol merupakan institusi publik paling tidak demokratis sejak Reformasi. Parpol, sambung dia, tidak pernah mengubah sistem.
"Sering kali juga penerusnya adalah keturunan pemimpin partai sebelumnya atau pemilik modal terbesar," kata dia.
Menurut dia, berbagai institusi lain banyak yang berubah sejak Reformasi. Di sisi lain parpol memiliki public trust yang paling rendah. "Tidak ada perubahan partai politik, di mana tidak terjadi regenerasi," jelasnya.
Wijayanto pun menyinggung peran bohir dalam politik dinasti di parpol. Belakangan ini sejumlah anggota partai yang terpilih menjadi anggota DPR, tiba-tiba dianulir oleh keputusan parpol itu sendiri.
Bahkan, kata dia, sejumlah calon kepala daerah yang hasil surveinya bagus tidak dicalonkan lantaran dianulir oleh para elite.
Dosen Universitas Paramadina Herdi sahrasad menilai bahwa demokrasi kepartaian selama 20 tahun terakhir menjadi tanpa moral etik dan nilai juga tanpa rule of law. Sehingga demokrasi sekarang menjadi transaksional bahkan demokrasi kriminal karena hanya memainkan uang.
"Akibatnya, pergerakan ekonomi nasional menjadi tidak terkontrol dan parlemen pun menjadi disfungsional, peran kontrolnya. Yang terjadi kemudian terjadilah korupsi yang luar biasa, KKN dan utang yang sangat tinggi hampir Rp10.000 triliun," tegas dia.
(Fakhrizal Fakhri )