Israel juga dapat menyerang industri minyak Iran, yang akan merugikan ekonominya. Serangan semacam itu dapat memicu Iran untuk menyerang fasilitas produksi minyak di Arab Saudi dan negara-negara Teluk Arab lainnya. Hal itu dapat membuat harga bahan bakar, yang selalu menjadi isu utama kampanye AS, melonjak sebelum warga Amerika memilih presiden dan Kongres baru dalam pemilihan umum 5 November.
"Saya tidak yakin bahwa (kenaikan harga minyak dunia-red) akan menahan Israel," kata mantan pejabat Departemen Pertahanan yang terlibat dalam kebijakan Teluk, David Des Roches.
David yang sekarang bekerja di Pusat Timur Dekat-Asia Selatan Universitas Pertahanan Nasional AS itu mengatakan, Israel mungkin melihat kenaikan harga minyak dunia sebagai keuntungan bagi kampanye pemilihan kembali mantan Presiden Donald Trump.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini lebih berpihak pada Partai Republik Trump daripada pada Partai Demokrat.
Respons militer dianggap paling mungkin, tetapi ada opsi yang tidak melibatkan serangan rudal atau serangan komando.
Presiden AS Joe Biden mengatakan ia akan menjatuhkan sanksi lebih banyak pada Iran. Sanksi Washington terhadap Iran telah melarang hampir semua perdagangan AS dengan negara itu, memblokir aset pemerintahnya di AS, serta melarang bantuan asing dan penjualan senjata AS.
Analis mengatakan Israel juga dapat menggunakan kemampuan perang sibernya untuk menanggapi serangan Iran.
Serangan pager massal Israel baru-baru ini terhadap Hizbullah di Lebanon mengalihkan perhatian pada Unit 8200 yang dirahasiakan, unit intelijen dan perang siber spesialis Pasukan Pertahanan Israel. Menurut sumber keamanan Barat, mereka terlibat dalam perencanaan operasi tersebut.
(Erha Aprili Ramadhoni)