JAKARTA - Pangeran Antasari pada usia ke-75 tahun pada 11 Oktober 1862 silam. Dia meninggal akibat penyakit cacar dan paru-paru yang dideritanya di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, Kalimantan.
Jasad Pangeran Antasari telah terkubur selama 91 tahun di hulu sungai Barito. Lantas dengan izin pihak keluarga, makamnya dipindahkan ke Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin pada 11 November 1958 lalu.
Pangeran Antasari merupakan Sultan Banjar. Dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Gelar tersebut menyematkan Pangeran Antasari sebagai pemimpin pemerintahan, panglima perang sekaligus pemuka agama tertinggi.
Gelar diberikan langsung di hadapan para kepala suku Dayak dan adipati, penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan, yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar. Dia juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan suku lainya yang berada di pedalaman sepanjang Sungai Barito, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan.
Sang Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin itu diangkat sebagai Sultan Banjar pada 14 Maret 1862. Pangeran Antasari diangkat sebagai Raja Banjar setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dengan mengasingkan keduanya ke Cianjur.
Pangeran Antasari pun melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Dia langsung menyerukan kepada seluruh rakyat, para panglima Dayak, para pejuang, alim ulama dan bangsawan Banjar untuk melawan Penjajah.