Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Setelah Unpad dan UII, Polemik Kasus Mardani Maming Disorot Akademisi UGM

Fakhrizal Fakhri , Jurnalis-Sabtu, 26 Oktober 2024 |12:38 WIB
 Setelah Unpad dan UII, Polemik Kasus Mardani Maming Disorot Akademisi UGM
Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia kembali menjadi sorotan publik menyusul putusan dalam kasus mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming. Para ahli hukum menilai bahwa putusan tersebut mencerminkan adanya kecenderungan “presumption of corruption” atau praduga korupsi yang berlebihan dalam sistem peradilan Indonesia.

Mardani Maming divonis bersalah atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan. Namun, sejumlah pakar hukum meragukan dasar hukum dari putusan tersebut. 

Sejumlah guru besar hukum dan akademisi hukum mulai dari kampus ternama seperti, Universitas Padjadjaran serta Universitas Islam Indonesia sudah lugas menyatakan ada kekeliruan dalam putusan tersebut.

Dukungan terkait kasus ini juga datang dari Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Hendry Julian Noor dan tim Hukum UGM berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi.

Salah satu poin penting yang dikritisinya adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ia berpendapat bahwa tindakan Mardani Maming masih berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku.

"Putusan ini mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi," ujarnya, Sabtu (26/11/2024).

"Terdapat kecenderungan untuk menjerat setiap pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidananya," sambungnya.


Keterangan ahli lain, juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip hukum yang berlaku, seperti asas praduga tidak bersalah. "Dalam kasus ini, tampaknya berlaku prinsip praduga bersalah. Beban pembuktian seolah-olah dibalik, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," kata Karina Dwi Nugrahati Putri.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement