Kurang dari sepekan sebelum pemilihan, Trump mengunjungi sebuah restoran Lebanon di Dearborn, sebuah kota dengan populasi Arab Muslim yang besar di Michigan. Di sana dia menjanjikan bahwa dia akan mengusahakan perdamaian di Timur Tengah jika terpilih.
"Anda akan mendapatkan kedamaian di Timur Tengah, tetapi tidak dengan badut-badut yang Anda miliki yang menjalankan AS saat ini," kata Trump saat itu, sebagaimana dilansir Middle East Eye.
Namun, terlepas dari janjinya tersebut, Trump tetap menggambarkan dirinya sebagai pembela Israel. Ia mengecam protes pro-Palestina yang terjadi di jalan-jalan dan kampus-kampus universitas di Amerika, dan berjanji akan mengambil tindakan keras terkait kritik terhadap Israel jika terpilih kembali.
"Jika Anda membuat saya terpilih, dan Anda benar-benar harus melakukan ini … kita akan memundurkan gerakan itu (kampanye solidaritas pro-Palestina) 25 atau 30 tahun," kata Trump kepada para donatur Yahudi di sebuah acara meja bundar di New York awal tahun ini.
Dengan berbagai kekacauan Timur Tengah dan perang yang dikobarkan Israel di Gaza dan Lebanon, Trump menggambarkan dirinya sebagai orang yang akan mengubah pendekatan bipartisan AS selama puluhan tahun terhadap militer dan diplomasi.
Saat Trump menjabat sebagai Presiden AS untuk pertama kali pada 2016, dia mengubah posisi politik yang sudah lama ada di Timur Tengah, dan Israel menjadi pusat dari perubahan kebijakan tersebut.