Korea Selatan tengah berjuang menghadapi krisis politik terburuknya dalam beberapa dekade, yang dipicu oleh upaya singkat Yoon untuk memberlakukan darurat militer pada 3 Desember yang ditolak oleh parlemen.
Dalam argumen pembukaan di Mahkamah Konstitusi, seorang anggota parlemen dari Partai Demokrat mengecam Yoon atas "pemberontakan 3 Desember" dan mengatakan Yoon dan sejumlah kecil pendukungnya telah berusaha memicu kekacauan dengan menolak menerima surat perintah penangkapannya.
"Sidang pemakzulan ini memutuskan apakah akan mengembalikan seseorang seperti ini ke posisi panglima tertinggi yang mengendalikan militer," kata Jung Chung-rae, anggota parlemen yang mengepalai Komite Legislasi dan Peradilan parlemen.
Sebagai tanggapan, salah satu tim pembela Yoon mengatakan pemakzulannya tidak dimaksudkan untuk membela konstitusi tetapi agar oposisi "menggunakan kekuasaan mayoritas parlemen untuk merebut posisi presiden".
Partai Demokrat menggunakan mayoritasnya di parlemen untuk memberikan suara guna memakzulkan Yoon, meskipun sekira 12 anggota parlemen dari partainya sendiri juga memberikan suara mendukung.
Tim hukum Yoon membantah bahwa ia mendalangi pemberontakan, sebuah kejahatan di Korea Selatan yang dapat dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau bahkan secara teknis dengan hukuman mati.
Eksekusi terakhir di Korea Selatan terjadi pada 1997, untuk pelanggaran pidana seperti pembunuhan.