Menurut Bambang, semangat revisi KUHAP seharusnya untuk melindungi hak-hak warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan, baik oleh penyidik, jaksa, maupun hakim.
“Selama ini nyaris terkait penyidikan itu kontrol pengawasannya tidak ada. Revisi KUHAP ini harus memberikan ruang untuk control dan pengawasan. Siapa yang mengawasi siapa itu penting. Entah nanti dalam KUHAP pengawasannya dalam bentuk koordinasi, dominus litis pada kejaksaan atau hakim komisioner, itu penting. Kalau tidak kesewenang-wenangan yang selama ini terjadi oleh penyidik kepolisian akan terus terjadi," ujarnya.
Sementara Dosen Fakultas Hukum UI, Febby Mutiara Nelson, menyoroti perbedaan sistem koordinasi penyidikan di berbagai negara. Di Perancis, misalnya, jaksa bertindak sebagai pengarah dan pengawas penyidikan yang dilakukan oleh polisi. Tugas dan wewenang aparat penegak hukum diatur dalam the French Code de Procedure Penale (CPP).
"Dalam menjalankan tugas tersebut jaksa memberikan arahan dan mengawasi penahanan yang dilakukan polisi. Untuk tindak pidana serius dan kompleks, jaksa memproses perkara tersebut dan bertanggungjawab atas investigasi,” ujar Febby.
Sedangkan di Belanda, sistem peradilan pidana mengadopsi model inquisitorial system, di mana penyidikan dan penuntutan diawasi oleh Board of Prosecutors General, sebuah komisi yang berisi 3-5 penuntut umum yang bertugas mengawasi seluruh proses penyidikan dan penuntutan.
"Dalam perkara serius jaksa terlibat langsung dalam penyidikan. Dalam praktik, jaksa secara rutin bersama polisi mengambil berbgai keputusan strategis terkait lingkup penyidikan, pelaksanaan upaya paksa dan juga memeriksa orang dalam penyidikan,” tuturnya.
Di Amerika Serikat, model koordinasi antara polisi dan jaksa lebih bersifat horizontal, di mana jaksa berperan sebagai pengawas yang memastikan setiap perkara pidana memiliki cukup bukti untuk dilanjutkan. Jaksa di AS bertanggung jawab menentukan dakwaan dan kecukupan bukti dalam suatu perkara.
Melihat perbedaan sistem yang diterapkan di negara-negara tersebut, Febby merekomendasikan agar revisi KUHAP meningkatkan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum di Indonesia.
Ia juga menyarankan pembentukan forum koordinasi seperti Mahkejapol (forum penyidikan dan penuntutan) dan penguatan mekanisme pengawasan melalui perluasan praperadilan atau pembentukan hakim komisaris atau Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP).
“Rekomendasi lainnya yaitu efisiensi dalam proses penegakan hukum. Pembatasan waktu dengan pemanfaatan teknologi informasi,” katanya.
(Arief Setyadi )