JAKARTA — Pakar hukum pidana Muzakir, mengusulkan agar lembaga prapenuntutan ditingkatkan. Adapun tujuannya agar kewenangan koordinasi kejaksaan dan kepolisian bisa lebih luas karena jika tidak dilakukan, saat dibawa ke pengadilan sulit bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Hal tersebut disampaikan Muzakir terkait revisi UU KUHAP yang berkaitan dengan asas dominus litis dan asas diffrensiasi fungsional. Menurutnya, pada prapenuntutan hubungan polisi dan jaksa perlu diperluas materi yang didialogkan.
“Jadi (hal yang diterima jaksa) tidak hanya berkas saja tapi juga action di lapangan. Sinergitas mereka ada di penyidikan yang sudah dilaporkan kepada jaksa,” kata Muzakir dalam keterangannya dikutip, Senin (10/3/2025).
Muzakir mengatakan, jaksa juga harus turun ke lapangan untuk memahami kasus secara lengkap. Jadi jaksa tidak hanya menerima berkas dan di balik meja saja. Jika hanya di balik meja, kata Muzakir, maka jaksa tidak bisa mendalami perkara yang akan dituntutnya di pengadilan.
“Mereka harus tahu kondisinya seperti apa, keluarganya seperti apa. Bagaimana bisa tahu kalau hanya melihat berkasnya, fotonya?” papar Muzakir.
Jika tidak mendalami perkara, Muzakir mempertanyakan bagaimana bisa seorang jaksa menuntut secara adil. Dengan begitu, perlu dalam prapenuntutan, saat kewajiban jaksa memperoleh pemberitahuan dimulainya penyidikan, ketika ada peristiwa-peristiwa penting yang harus diberitahu ke jaksa maka harus diberitahukan.
“Contohnya dalam kasus perkosaan maka harus tahu tentang dampak terhadap korban. Seorang penegak hukum harus tahu jiwa dari perkara itu. Dan ini bisa dipahami kalau terjun ke lapangan,” ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) ini.