JAKARTA - Polri tengah mendalami jumlah kerugian yang dialami masyarakat akibat kasus pengurangan takaran Minyakita kemasan 1 liter, yang ternyata hanya berisi 700 hingga 800 mililiter. Saat ini, sudah ada satu tersangka, inisial AWI.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf mengatakan, pihaknya harus melakukan audit terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah pasti kerugian masyarakat.
"Kerugian masyarakat berapa, kita sedang lakukan perhitungan, karena kita juga pasti akan melihat berapa yang sudah didistribusi karena tadi 400 hingga 800 per hari, dus," kata Helfi saat konferensi pers di Mabes Polri Jakarta Selatan, Selasa (11/3/2025).
"Nanti kita cek lagi botolnya berapa terus bahan baku yang masuk berapa, kita akan sedikit melakukan audit untuk menentukan kerugian rilnya," sambungnya.
Helfi juga tidak menutup kemungkinan jika Minyakita dengan takaran yang sudah dikurangin masih beredar di tengah masyarakat. Karena pelaku, telah mendistribusikanya sejak Februari 2025.
"Jadi, jika masih ada yang beredar, mereka resiko, pasti akan dilakukan penindakan oleh penegakan hukum. Tapi, harapan kita segera menarik barangnya, diperbaiki komposisinya, diisi kembali sesuai dengan ukuran yang seharusnya tertera pada kemasan sehingga tidak merugikan masyarakat lebih lanjut," katanya.
Sebagai informasi, Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus pengurangan takaran Minyakita kemasan 1 liter. "Dalam perkara ini, penyidik telah menetapkan satu orang tersangka, yaitu inisial AWI," kata Helfi saat konferensi pers di Mabes Polri Jakarta Selatan, Selasa 11 Maret 2025.
Helfi menjelaskan, AWI berperan sebagai pemilik perusahaan yang mengemas dan menjual minyak goreng kemasan berbagai macam merek, salah satunya adalah Minyakita.
"AWI pemilik maupun merangkap sebagai kepala cabang sekaligus pengelola lokasi tersebut yang berada di TKP Jalan Tole Iskandar Nomor 75 RT01 RW19 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat," katanya.
Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Pelindungan Konsumen tepatnya di Pasal 62, juncto Pasal 8, dan Pasal 9, dan Pasal 10, Undang-Undang Nomor 8, tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen.
"Atau Pasal 102 juncto 97, dan atau Pasal 142, juncto Pasal 91, Ayat (1), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dan atau Pasal 120, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Dan atau Pasal 66 juncto Pasal 25, Ayat (3), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian," katanya.
"Dan atau Pasal 106 juncto Pasal 24 dan atau Pasal 108 juncto Pasal 30, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dan atau Pasal 263, KUHP," sambungnya.
(Arief Setyadi )