JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto membeberkan beberapa potensi bencana megathrust yang telah, dan mungkin akan terjadi di wilayah Sumatera Barat (Sumbar).
Wanti-wanti itu diungkapkan Suharyanto saat menjadi pembicara pada Kuliah Umum tentang Penanggulangan Bencana yang dihelat di Kampus Universitas Andalas, Kota Padang, Sumatera Barat pada Rabu 7 Mei 2025.
“Ada tiga zona megathrust di Sumatera Barat, zona megathrust Nias tahun 1861 dan 2005 sudah terjadi gempa, zona megathrust Pagai Selatan pada tahun 1833 dan 2007, zona megathrust Mentawai tahun 1797 sampai sekarang belum lepas,” ungkap Suharyanto dalam keterangannya, Jumat (9/5/2025).
Dirinya mengatakan, dampak dari megathrust diperkirakan berdampak pada tiga lokasi.
“Apabila megathrust terjadi di pesisir Kota Padang, dampaknya akan terjadi di Bandara Internasional Minangkabau, pemukiman dan sungai serta pelabuhan karena lebih rendah daripada laut,” imbau Suharyanto.
“Kawasan bandara, runwaynya hanya berjarak 400 meter dari bibir pantai, dengan potensi tergenang 3 meter,” tuturnya.
Langkah yang selanjutnya untuk mengurangi dampak akibat tsunami ialah dengan membuat sempadan pantai yang berisikan pohon-pohon sehingga bisa mereduksi tinggi gelombang dan juga arus tsunami sebelum menyentuh bandara.
“Ke depan kita bahu membahu, dipinggir menjadi kawasan hutan pantai yang dibuat untuk menjadi pelindung bandara internasional Minangkabau,” ungkapnya.
Tempat terdampak selanjutnya ialah pantai-pantai di Kota Padang memiliki bebatuan yang bisa saja menjadi faktor lain yang dapat memperparah dengan terbawa gelombang tsunami.
“Saat ini bibir pantai di Kota Padang, diperkuat dengan batu-batu. Untuk kondisi normal baik mencegah abrasi pantai tetapi ketika terjadi tsunami, bisa menjadi peluru karena akan terpental langsung menuju ke pemukiman menghantam rumah-rumah,” jelasnya.
Dirinya mengungkap fakta bahwa saat tsunami di Aceh, kapal-kapal besar terbawa gelombang tsunami hingga ke pemukiman warga dan merusak bangunan yang dilewati.
“Waktu tsunami aceh, kapal sebesar itu bisa sampai ke darat, apalagi batu-batu yang ada di sepanjang pantai itu. Ini perlu dipikirkan untuk masa depan.” tegas Suharyanto.
Ketiga, kawasan yang rawan akan tsunami ialah wilayah-wilayah di Kota Padang yang memiliki sungai.
“Kemudian di kawasan sungai, arus tsunami lebih cepat ketika melewati sungai yang melalui pemukiman,” ujarnya.
Menanggapi potensi bencana tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara melakukan simulasi evakuasi secara berulang di tempat-tempat yang berpotensi.
“Terkait itu sudah dilakukan simulasi kedaruratan, di Mentawai ketika ada gempa dan tsunami waktu menyelamatkan diri hanya 7 menit. Untuk Kota Padang sekitar 20 sampai 25 menit. Ini perlu dilatih kepada masyarakat, jadi masyarakat tahu ketika ada informasi bencana harus lari ke tempat aman,” harap Suharyanto.
(Awaludin)