JAKARTA – Arab Saudi bulan ini akan menjadi tuan rumah KTT Teluk-AS 2025 yang akan menjadi kunjungan pertama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Kerajaan tersebut pada masa jabatan keduanya. Menjelang pertemuan besar tersebut, spekulasi bergulir mengenai apa yang dikatakan Trump sebagai “pengumuman yang sangat penting” dalam pertemuannya baru-baru ini dengan Perdana Menteri Kanada Mark Carney di Gedung Putih.
Para pengamat berspekulasi bahwa KTT di Arab Saudi dapat memperlihatkan perubahan diplomatik tingkat tinggi, perjanjian ekonomi, atau kesepakatan keamanan antara Negara Teluk dengan AS. Selain itu, ada juga rumor yang beredar mengenai kemungkinan pengumuman pengakuan Trump terhadap negara Palestina.
"Presiden Donald Trump akan mengeluarkan deklarasi mengenai Negara Palestina dan pengakuan Amerika terhadapnya, dan bahwa akan ada pendirian negara Palestina tanpa kehadiran Hamas," kata sumber diplomatik Negara Teluk, yang tidak disebutkan namanya, kepada The Media Line.
Sumber tersebut menambahkan bahwa pengumuman semacam itu dapat menandai penataan ulang geopolitik yang signifikan di kawasan Timur Tengah, yang mungkin mendorong lebih banyak negara Arab untuk bergabung dalam perjanjian normalisasi.
Namun, mantan diplomat Teluk Ahmad al-Ibrahim meragukan rumor tersebut.
"Saya tidak berharap ini akan menjadi masalah (pengakuan) Palestina. Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Abdullah II dari Yordania tidak diundang. Mereka adalah dua negara yang paling dekat dengan Palestina, dan penting bagi mereka untuk hadir di acara seperti ini," kata Ahmad al-Ibrahim, sebagaimana dilansir Al Mayadeen, Sabtu, (4/5/2025).
Sebuah perubahan yang baru-baru ini menjadi perhatian adalah AS tidak lagi menuntut Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan "Israel" sebagai prasyarat untuk memajukan perundingan kerja sama nuklir sipil. Hal ini diungkap dua sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters, menjelang kunjungan Trump ke Arab Saudi.
Ini menandai perubahan kebijakan signifikan oleh Washington. Di bawah mantan Presiden Joe Biden, negosiasi nuklir dengan Riyadh dikaitkan dengan perjanjian AS-Saudi yang lebih luas yang mencakup pengakuan "Israel" dan potensi perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat.
Menurut laporan itu, KTT itu dapat memicu kembali diskusi mengenai kerja sama nuklir AS-Saudi. Arab Saudi telah memiliki program energi nuklir damai sejak 2010, dan "Perusahaan-perusahaan internasional kini tengah berupaya melaksanakan proyek-proyek ini di Arab Saudi."
Arab Saudi sedang memajukan rencana untuk membangun reaktor nuklir pertamanya, dengan beberapa perusahaan global bersaing untuk mendapatkan kontrak tersebut, sementara pembangkit tenaga nuklir Barakah di Uni Emirat Arab tetap menjadi satu-satunya fasilitas empat reaktor yang beroperasi di dunia Arab, yang dibangun bersama Korea Selatan.
(Rahman Asmardika)