2. Belum terdapat standar baku yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan program, seperti belum ada panduan, petunjuk teknis (juknis) dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan pola pelaksanaan di 2 (dua) program yang dikunjungi.
Perbedaan tersebut mencakup struktur program, ketersediaan sarana prasarana, rasio antara peserta dan pembina, serta metode pengajaran mata pelajaran sekolah yang tidak seragam meskipun berasal dari jenjang kelas dan jurusan yang berbeda. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memengaruhi mutu hasil dari program secara keseluruhan.
3. Struktur program pendidikan karakter yang diterapkan di 2 lokasi yaitu Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela negara Rindam III Siliwangi, Cikole Kabupaten Bandung Barat, dinilai cukup baik. Program ini memuat unsur-unsur penting seperti pendidikan bela negara, penguatan mental, spiritual dan sosial, pembentukan kedisiplinan, peningkatan kemandirian, serta penguatan nilai-nilai kebangsaan.
4. Seluruh peserta program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa berasal dari kalangan siswa usia SMP/MTs dan SMA/MA/SMK yang tercatat aktif dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, masih terdapat banyak anak dengan kondisi rentan berlapis lainnya yang juga membutuhkan perlindungan khusus, namun belum terjangkau oleh program ini.
5. Berdasarkan latar belakang para siswa yang mengikuti program di dua lokasi barak militer, yakni di Lembang dan Purwakarta, faktor penyebab utama mereka masuk ke dalam program ini adalah karena kebiasaan merokok, disusul oleh perilaku sering membolos sekolah, dan di urutan ketiga adalah keterlibatan dalam tawuran. Selain itu, sebanyak 6,7% siswa menyatakan tidak mengetahui alasan mereka mengikuti program. Temuan ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali terhadap ketepatan sasaran peserta dalam pelaksanaan program.
6. Peserta program tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog professional, melainkan hanya rekomendasi guru BK. Bahkan, ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bida tidak naik kelas.
7. Hasil wawancara sampel anak di dua lokasi pengawasan mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang anak banyak dipengaruhi oleh kurang optimalnya pengasuhan di lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kesibukan orang tua, perceraian, tidak tinggal bersama orang tua, serta harapan anak untuk mendapatkan bimbingan dari figur ayah. Selain itu, pengaruh teman sebaya dan lingkungan sekitar juga turut berperan.