Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Marak Keracunan MBG, Perindo Dorong Evaluasi Menyeluruh dan Perkuat Standar Keamanan Pangan

Tim Okezone , Jurnalis-Senin, 26 Mei 2025 |21:11 WIB
Marak Keracunan MBG, Perindo Dorong Evaluasi Menyeluruh dan Perkuat Standar Keamanan Pangan
Ketua DPP Partai Perindo Bidang Kesehatan Masyarakat, Sri Gusni Febriasari (Foto: Dok)
A
A
A

JAKARTA - Insiden keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah di Indonesia mendapat atensi dan keprihatinan dari Partai Perindo. Meski, secara statistik jumlahnya kecil dibanding total penerima manfaat.

Ketua DPP Partai Perindo Bidang Kesehatan Masyarakat, Sri Gusni Febriasari, menegaskan, keselamatan satu warga tidak boleh dikompromikan dalam program-program yang ada. Apalagi, program ini menyasar anak-anak sebagai kelompok rentan.

Merujuk data yang disampaikan pemerintah, terdapat lebih dari 3 juta penerima manfaat MBG. Sebanyak 200 orang mengalami keracunan dari 17 Kejadian Luar Biasa di 10 provinsi. 

Sri Gusni menilai hal ini menunjukkan insiden tersebut bukan kasus tunggal, tetapi menandakan adanya celah dalam sistem pelaksanaan yang perlu segera diperbaiki. 

Insiden-insiden tersebut juga tidak boleh dianggap sebagai kegagalan teknis belaka. Pelaksanaan MBG yang termasuk program prioritas nasional ini pun harus dilakukan dengan standar keamanan dan profesionalisme tinggi.

“Ini bukan sekadar kelalaian teknis. Kita bicara soal nyawa dan kesehatan anak-anak. Program prioritas MBG tidak boleh dijalankan dengan pendekatan asal jalan, karena menyangkut masa depan generasi bangsa," tegas Sri Gusni.

Untuk diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 5 Mei 2025 menyampaikan lebih dari 3 juta penerima MBG, tercatat hanya di bawah 200 orang yang mengalami keracunan. 

“Dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang (yang keracunan)”, ujarnya. 

 

Meski angka keberhasilan mencapai 99,99%, laporan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan terjadi 17 Kejadian Luar Biasa yang tersebar di 10 provinsi sejak program ini dimulai pada 6 Januari 2025, dengan penyebab utama makanan basi atau kontaminasi mikroorganisme.

Sri Gusni menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh rantai pasok pengelolaan makanan dalam program MBG. Evaluasi harus mencakup pemilihan dan pengawasan bahan baku, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian di lapangan. 

Kompleksitas rantai pasok membutuhkan sistem kontrol yang terukur dan transparan, agar risiko kontaminasi dapat dicegah sedini mungkin.

“Setiap tahapan, dari dapur sampai ke meja makan anak-anak, harus dijamin keamanannya. Ini bukan sekadar urusan distribusi, ini soal perlindungan anak-anak kita,” papar alumni S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat dan S2 Intervensi Sosial, Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini.

Untuk itu, Partai Perindo yang dikenal dengan Partai Kita, mendorong penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) sebagai pendekatan wajib dalam pengelolaan makanan MBG. 

Sistem ini digunakan secara global untuk mengidentifikasi titik-titik kritis yang berpotensi menimbulkan bahaya biologis, kimia, maupun fisik dalam proses penyediaan makanan. Melalui HACCP, setiap proses pengolahan makanan dapat dikontrol, terdokumentasi, dan dimonitor secara berkelanjutan.

“Kita tidak bisa menunggu kejadian berikutnya untuk bergerak. Setiap tahapan, mulai dari dapur hingga meja makan, harus terjamin keamanannya. Kalau perlu, BPOM hadir di setiap rantai proses itu. Program MBG juga bukan sekadar soal distribusi makanan, ini tentang keselamatan anak-anak kita. Maka, penerapan HACCP adalah sebuah keharusan bukan pilihan,” imbuh Sri Gusni.

 

Langkah Cepat & Sinergi BPOM

Partai Perindo juga mengapresiasi langkah cepat BPOM dalam mengidentifikasi penyebab keracunan serta komitmennya untuk memperkuat mitigasi risiko melalui kolaborasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN). Sinergi antar lembaga ini sangat penting untuk menjamin keamanan pangan secara nasional, tidak hanya untuk MBG tetapi juga program intervensi gizi lainnya.

Program MBG merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah dalam percepatan penurunan stunting dan penguatan kualitas SDM. Oleh karena itu, Partai Perindo menilai pendekatan sektoral tidak lagi memadai. 

"Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah, penyedia layanan, fasilitas kesehatan, akademisi, media, dan masyarakat sipil," kata Sri Gusni.

Tak hanya itu, intervensi yang menyeluruh juga dibutuhkan untuk program penambah gizi lainnya. Khususnya yang menyasar pada kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, dan ibu hamil. Kelompok ini merupakan prioritas utama dan agenda pembangunan kesehatan, karena memiliki kerentanan gizi yang tinggi dan dampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia. 

Terlebih lagi, program MBG sejatinya tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari cakupan intervensi gizi nasional yang lebih luas. Karena itu, pendekatan yang dilakukan tidak bisa hanya bersifat sektoral atau jangka pendek. 

Apalagi, jika mengacu pada tujuan jangka pendek dari program ini adalah percepatan penurunan angka stunting nasional, maka perlu adanya sinergi dengan program lain seperti pemberian makanan tambahan (PMT), edukasi gizi berbasis keluarga (terutama ibu), hingga penguatan layanan kesehatan. 

Selain itu, komposisi gizi pada satu porsi menu MBG juga perlu diperhatikan secara ketat. Menu seimbang idealnya mencakup kebutuhan energi, makronutrien, vitamin, mineral, serat, serta air minum minimal 200-250 ml per anak per porsi. Komitmen terhadap kandungan gizi yang tepat akan memperkuat tujuan utama program ini dalam mendukung tumbuh kembang anak dan daya konsentrasi saat belajar.  

 

Sejak awal 2025, partai yang dipimpin Angela Tanoesoedibjo ini telah memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan program MBG sejalan dengan komitmen partai dalam memperjuangkan pemenuhan gizi masyarakat, khususnya anak-anak. Namun, insiden keracunan ini menjadi pengingat keras bahwa program-program pelayanan publik harus dibangun dengan fondasi profesionalisme, keahlian, dan berbasis bukti. 
 
“Insiden ini harus jadi tolak ukur perubahan. Pengelolaan program prioritas harus lebih profesional dan mengutamakan keselamatan masyarakat, bukan sekadar mengejar target angka atau popularitas,” ujar Sri Gusni.

Perindo juga mendorong agar setiap program pelayanan publik memiliki evaluasi terbuka dan partisipatif. Program MBG harus terus diawasi dan ditingkatkan agar dapat benar-benar tepat sasaran, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan risiko tambahan bagi masyarakat penerima manfaat.

“Harapan kami, insiden ini tidak berhenti sebagai evaluasi teknis semata, tapi menjadi pelajaran bersama untuk memastikan seluruh program berjalan lebih terukur, berbasis data, dan menempatkan keselamatan masyarakat sebagai prioritas bersama,” pungkas Sri Gusni.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement