Puan juga mendorong pemerintah daerah dan BPBD untuk terus memantau situasi secara berkala dan memaksimalkan upaya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya karhutla.
"Keselamatan dan penanggulangan dampak menjadi prioritas utama dalam menghadapi situasi ini," tegasnya.
Selain itu, Puan meminta seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah, untuk memperkuat integrasi antara perencanaan wilayah, konservasi lingkungan, dan kebijakan mitigasi risiko bencana. Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh dibenarkan jika dilakukan dengan mengorbankan daya dukung lingkungan.
"Investasi dalam ketahanan iklim dan perlindungan ekosistem harus menjadi prioritas nasional. Negara harus hadir sebelum bencana datang, dengan sistem yang mampu melindungi warga secara adil, merata, dan berkelanjutan," paparnya.
Seperti diketahui, bencana karhutla terjadi di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, yang pertama kali terpantau pada Sabtu 5 Juli 2025. Titik-titik kebakaran tersebar di tiga kecamatan, dan hingga saat ini penyebab kebakaran masih dalam proses penyelidikan pihak berwenang.
Berdasarkan hasil pemantauan lapangan yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total luas lahan yang terbakar diperkirakan mencapai 9 hektare (Ha). Beruntung, tidak terdapat laporan korban jiwa akibat kejadian itu.
Selain di Aceh Barat, karhutla juga melanda lahan di wilayah Kecamatan Silahisabungan, tepatnya di Desa Paropo, Kabupaten Dairi, Sumut, sejak Jumat 4 Juli 2025. Berdasarkan hasil asesmen di lapangan, luas area yang terdampak mencapai 28 Ha. Karhutla di Sumut juga dilaporkan terjadi di Nias Utara, dengan 10 Ha lahan hangus terbakar akibat kejadian itu.
(Arief Setyadi )