GAZA - Khawatir serangan darat Israel, ribuan warga Palestina meninggalkan wilayah timur Kota Gaza. Mereka menuju barat dan selatan di tengah bombardir Israel.
Rencana Israel untuk merebut kendali Kota Gaza telah memicu kekhawatiran di luar negeri dan di dalam negeri. Bahkan, puluhan ribu warga Israel menggelar beberapa protes terbesar sejak perang dimulai, dan mendesak kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran serta membebaskan 50 sandera yang ditawan militan Palestina di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Serangan yang direncanakan mendorong mediator gencatan senjata Mesir dan Qatar untuk meningkatkan upaya, yang menurut seorang sumber yang mengetahui perundingan dengan militan Hamas di Kairo dapat menjadi "upaya terakhir."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan Kota Gaza sebagai benteng perkotaan besar terakhir Hamas. Namun, dengan Israel yang telah menguasai 75 persen wilayah Gaza, militer telah memperingatkan bahwa perluasan serangan dapat membahayakan sandera yang masih hidup dan menyeret pasukan ke dalam perang gerilya yang berkepanjangan dan mematikan.
Dani Miran, yang putranya bernama Omri disandera pada 7 Oktober, mengaku khawatir akan konsekuensi dari serangan darat Israel di Kota Gaza. "Saya khawatir putra saya akan terluka," katanya kepada Reuters di Tel Aviv seperti dikutip Al Arabiya, Senin 18 Agustus 2025.
Di Kota Gaza, banyak warga Palestina juga menyerukan protes untuk menuntut diakhirinya perang yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah dan menimbulkan bencana kemanusiaan. Selain itu, menyerukan agar Hamas mengintensifkan perundingan guna mencegah serangan darat Israel.
Serangan lapis baja Israel ke Kota Gaza dapat menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi. Apalagi, banyak di antaranya telah mengungsi berkali-kali selama perang.
Ahmed Mheisen, manajer penampungan Palestina di Beit Lahiya, pinggiran kota yang hancur akibat perang dan berbatasan dengan Kota Gaza bagian timur, mengatakan, 995 keluarga telah meninggalkan daerah itu dalam beberapa hari terakhir ke selatan.
Dengan ancaman serangan Israel, Mheisen memperkirakan jumlah tenda yang dibutuhkan untuk tempat penampungan darurat mencapai 1,5 juta. Kendati, kata dia, Israel hanya mengizinkan 120.000 tenda masuk ke wilayah tersebut selama gencatan senjata Januari-Maret.
Kantor kemanusiaan PBB mengatakan, pekan lalu 1,35 juta orang sudah membutuhkan perlengkapan tempat penampungan darurat di Gaza.
“Masyarakat Kota Gaza seperti seseorang yang menerima hukuman mati dan sedang menunggu eksekusi,” kata Tamer Burai, seorang pengusaha Kota Gaza.
"Saya akan memindahkan orangtua dan keluarga saya ke selatan hari ini atau besok. Saya tidak mau kehilangan mereka jika terjadi invasi mendadak," ujarnya.
Protes oleh serikat pekerja juga bakal digelar pada Kamis mendatang di Kota Gaza, dan orang-orang menggunakan platform media sosial untuk menyatakan tekad mereka untuk berpartisipasi, yang akan meningkatkan tekanan terhadap Hamas.
Putaran terakhir perundingan gencatan senjata tidak langsung berakhir pada akhir Juli dengan kebuntuan, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas kegagalannya.
Sumber yang dekat dengan perundingan Kairo mengatakan, mediator Mesir dan Qatar telah bertemu dengan para pemimpin Hamas, kelompok militan sekutu Jihad Islam, dan faksi-faksi lain dengan sedikit kemajuan yang dilaporkan.
Sementara Hamas mengatakan kepada para mediator bahwa mereka siap melanjutkan perundingan tentang gencatan senjata 60 hari yang diusulkan AS dan pembebasan separuh sandera. Seorang pejabat, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada Reuters, hal ini juga untuk kesepakatan yang lebih luas guna mengakhiri perang.
(Arief Setyadi )