JAKARTA – Hamas telah menyetujui proposal gencatan senjata 60 hari dengan Israel yang mencakup pengembalian separuh sandera yang ditawan di Gaza dan pembebasan sejumlah tahanan Palestina oleh Israel, ungkap seorang sumber resmi Mesir pada Senin (18/8/2025).
Pejabat senior Hamas, Basem Naim, mengonfirmasi persetujuan kelompok tersebut melalui Facebook. Hamas mengatakan faksi-faksi Palestina lainnya juga telah memberi tahu para mediator tentang persetujuan mereka.
Belum ada tanggapan resmi Israel terhadap proposal Hamas, tetapi seorang pejabat Israel mengonfirmasi bahwa proposal tersebut telah diterima. Mesir dan Qatar berperan sebagai penengah antara kedua belah pihak dengan dukungan Amerika Serikat (AS).
Rencana Israel untuk menguasai Kota Gaza di jantung wilayah kantong Palestina menimbulkan kekhawatiran di luar negeri maupun dalam negeri. Puluhan ribu warga Israel pada Minggu (17/8/2025) menggelar beberapa aksi protes terbesar sejak perang dimulai, mendesak tercapainya kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran dan membebaskan 50 sandera yang masih ditahan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Pejabat Israel meyakini hanya 20 orang di antaranya yang masih hidup.
Ribuan warga Palestina, khawatir akan serangan darat Israel yang segera dilancarkan, telah meninggalkan rumah mereka di wilayah timur Kota Gaza yang kini terus-menerus dibombardir, menuju titik-titik pengungsian di barat dan selatan.
Sumber resmi Mesir menyatakan proposal yang diterima Hamas mencakup penangguhan operasi militer Israel selama 60 hari serta kerangka kerja untuk kesepakatan komprehensif guna mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Sebuah sumber yang mengetahui negosiasi itu mengatakan, proposal ini sangat mirip dengan rencana sebelumnya yang diajukan utusan khusus AS Steve Witkoff, yang sudah diterima Israel.
Para mediator bertemu dengan perwakilan Hamas di Kairo pada Minggu. Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, Perdana Menteri Qatar, bergabung dalam diskusi pada Senin dan bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi serta perwakilan Hamas, kata seorang pejabat yang mendapat pengarahan tentang pertemuan tersebut.
Israel menyetujui rencana untuk menguasai Kota Gaza awal bulan ini, tetapi pejabat Israel mengatakan rencana tersebut bisa memakan waktu berminggu-minggu untuk dijalankan. Hal ini membuka peluang bagi gencatan senjata, meski Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyatakan gencatan akan dimulai "cukup cepat" dengan tujuan mengakhiri perang melalui kekalahan Hamas.
Putaran terakhir perundingan gencatan senjata tidak langsung pada akhir Juli berakhir buntu, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas kegagalannya.
Israel menyatakan bersedia menghentikan permusuhan jika semua sandera dibebaskan dan Hamas meletakkan senjatanya. Namun, Hamas dengan tegas menolak perlucutan senjata hingga negara Palestina berdiri.
Seorang pejabat Hamas sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok itu menolak tuntutan Israel untuk melucuti senjata atau mengusir para pemimpinnya dari Gaza.
Perbedaan tajam juga masih ada terkait sejauh mana penarikan Israel dari Gaza dan mekanisme penyaluran bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong tersebut, tempat malnutrisi dan ancaman kelaparan semakin merajalela.
Perang dimulai ketika militan pimpinan Hamas menyerbu perbatasan Israel selatan, menewaskan 1.200 orang dan membawa 251 sandera kembali ke Gaza, menurut data Israel.
Lebih dari 61.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan udara dan darat Israel di Gaza, menurut pejabat kesehatan setempat.
(Rahman Asmardika)