JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menegaskan, bahwa dirinya tidak kalah dalam memahami pemikiran para pendiri bangsa, bahkan jika dibandingkan dengan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dalam pidatonya saat membuka Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Otonomi Expo 2025 di ICE BSD, Tangerang, Kamis (28/8/2025), Prabowo mengungkapkan bahwa ia menyimpan dan membingkai pidato legendaris Presiden Soekarno berjudul Indonesia Menggugat di rumahnya di Hambalang, Bogor.
"Saya maaf, maaf Mas Ario Bima. Saya ini bukan anggota PDIP, tetapi saya pernah baca tulisan-tulisan Bung Karno. Tidak kalah sama orang PDIP. Jangan-jangan orang PDIP enggak pernah baca. Saya baca Indonesia Menggugat, bahkan pidatonya saya bingkai dan pajang di rumah saya," kata Prabowo sambil tersenyum, menyapa Aria Bima, politisi PDIP yang hadir dalam acara tersebut.
Ia juga menegaskan, bahwa pidato tersebut sangat kuat karena menyebut secara rinci bagaimana penjajah mengambil kekayaan Indonesia selama ratusan tahun, lengkap dengan komoditas yang dijarah.
"Dalam pidato itu, beliau sebut kekayaan kita diambil ratusan tahun. Beliau sebut komoditas-komoditas, karet berapa, teh berapa, kopi berapa, timah berapa, ada semua. Mas Ario pernah baca kan Indonesia Menggugat? Pernah? Nanti saya uji lho isinya," ujar Prabowo berseloroh.
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga menekankan pentingnya kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, yang ia anggap sebagai “rancang bangun” bangsa Indonesia. Ia menyebut khususnya Pasal 33 dan Pasal 34 sebagai “pasal-pasal pengaman” bagi ekonomi dan keadilan sosial.
"Saya perhatikan negara-negara yang sedang maju luar biasa. Mereka semua punya pasal-pasal pengaman. Pasal 33 dan 34 di UUD kita itu sangat menjawab masalah. Ringkas, tetapi sangat kuat," ungkapnya.
Prabowo juga menyindir sejumlah kalangan intelektual yang menganggap pemikiran Bung Karno, Bung Hatta, Prof. Soepomo, hingga Mohamad Yamin sudah tidak relevan.
"Memang ada orang-orang pintar yang punya gelar tinggi, saya yakin sebagian dari mereka menganggap pendiri-pendiri bangsa sudah tidak relevan. Padahal mereka mengalami penjajahan langsung, mereka mengerti imperialisme. Anak-anak sekarang mungkin tidak paham," tegas Prabowo.
Ia kemudian menyinggung sejarah diskriminasi kolonial yang pernah dialami bangsa Indonesia, termasuk adanya papan larangan masuk bagi pribumi dan anjing.
"Dulu kita, pribumi, dipandang lebih rendah dari hewan. Ini nyata. Ada papan-papan bertuliskan 'Verboden voor honden en inlander' anjing dan pribumi dilarang masuk. Di India juga ada, 'No Dogs or Indians'. Di Shanghai, China, juga begitu: 'No Dogs or Chinese'," katanya.
Menurut Prabowo, pengalaman pahit itulah yang membentuk cara pandang dan perjuangan para pendiri bangsa. Ia pun mengajak semua pihak untuk tetap menghormati dan mempelajari pemikiran para tokoh bangsa tersebut.
(Awaludin)