“Kami mendesak pemerintah AS untuk membatalkan keputusan ini yang bertentangan dengan hukum internasional, khususnya Perjanjian Markas Besar antara Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat yang melarang pembatasan akses bagi delegasi mana pun,” ujarnya kepada Reuters.
Beberapa menteri luar negeri Eropa yang tiba di pertemuan Uni Eropa di Kopenhagen pada Sabtu mengkritik keputusan AS tersebut.
Majelis Umum PBB “tidak dapat dibatasi aksesnya,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot kepada para wartawan. Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Harris mengatakan Uni Eropa harus memprotes keputusan itu “dengan sekeras-kerasnya”.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu bahwa ia telah berbicara dengan Abbas untuk menyatakan dukungan Madrid, dan menyebut keputusan visa itu “tidak adil”.
“Palestina berhak menyuarakan pendapatnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan di semua forum internasional,” ujarnya di X.
Departemen Luar Negeri membenarkan keputusannya dengan mengulangi tuduhan lama AS dan Israel bahwa PA dan PLO telah gagal menolak ekstremisme, sembari mendorong “pengakuan sepihak” terhadap negara Palestina.
Pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.
“(Ini) demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan PA atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan atas perusakan prospek perdamaian,” kata departemen tersebut.
Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa misi Otoritas Palestina untuk PBB, yang terdiri dari para pejabat yang bermarkas permanen di sana, tidak akan dimasukkan dalam pembatasan tersebut.