Henry mengatakan, aksi unjuk rasa berlangsung secara paralel, yang semula dilakukan elemen buruh, kemudian disusul aksi mahasiswa, pelajar hingga pengemudi ojol (ojek online). Kemudian, terpicu lantaran kematian Affan Kurniawan seorang driver ojol yang dilindas kendaraan taktis (Rantis) Brimob.
Peristiwa itu merupakan akumulasi kegelisahan publik atas isu-isu penegakan hukum, keadilan sosial, kenaikan biaya hidup akibat harga instabil dan PHK, angka pengangguran yang makin besar akibat lapangan kerja sulit, beban pajak, korupsi, kolusi, nepotisme dan gaya hidup kaum elit yang mencolok di tengah kesulitan rakyat.
Henry menegaskan, penyampaian pendapat, gagasan, kritik, protes secara terbuka dijamin konstitusi. "Namun, aksi demontrasi yang anarkis, yang keluar dari semangat memperjuangkan hak-hak masyarakat yang esensial yakni perbaikan taraf hidup. Bahkan, jika ada tendensi politis untuk membubarkan parlemen, dan menjatuhkan pemerintahan saat ini yang baru bekerja belum genap satu tahun adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi dan bisa dikatakan sebagai upaya inkonstitusional," ujarnya.
Ia menekankan, jika aksi massa yang anarkis dan vandalisme yang merusak sarana dan prasarana justru dapat berkembang menjadi konflik sosial yang dapat mengganggu stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi nasional. Meski, ia tetap melihat hal demonstrasi besar-besaran juga bisa dipicu karena aspirasi rakyat tidak didengar dan mengingatkan agar jangan ada tindakan refresif dari aparat keamanan.
(Arief Setyadi )