JAKARTA – Partai Perindo menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya kasus keracunan anak akibat Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sedikitnya 5.360 anak mengalami keracunan sejak Januari hingga September 2025.
Partai Perindo menilai, meski niat pemerintah menghadirkan MBG untuk mengatasi persoalan gizi merupakan langkah positif, implementasinya tergesa-gesa dan tanpa pengawasan ketat sehingga berisiko tinggi. Alih-alih menyehatkan, program justru memunculkan masalah serius di berbagai daerah.
“Ribuan kasus keracunan bukan sekadar insiden, tetapi peringatan bahwa sistem pengawasan masih sangat lemah. Anak-anak berhak mendapat makanan yang aman, sehat, dan bermutu. Jika keselamatan diabaikan, tujuan mulia program akan hilang makna,” tegas Wakil Sekjen DPP Partai Perindo sekaligus Kepala Unit Pelayanan Masyarakat, Sri Gusni Febriasari, Sabtu (27/9/2025).
Dugaan Dapur Fiktif dan Lemahnya Transparansi
Perindo menyoroti dugaan keberadaan sekitar 5.000 dapur fiktif dalam pelaksanaan MBG. Meski Badan Gizi Nasional (BGN) berulang kali membantah, isu tersebut mencerminkan lemahnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program bernilai Rp335 triliun ini.
Menurut Sri Gusni, pemerintah harus mengacu pada standar internasional HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam menjamin keamanan pangan sejak pengadaan bahan baku hingga konsumsi. Tanpa sistem pengendalian risiko yang ketat, program sebesar MBG hanya akan mengulang tragedi dan menurunkan kepercayaan publik.
Landasan Hukum yang Dilanggar
Sri Gusni menegaskan, kelalaian dalam penyelenggaraan MBG bukan sekadar masalah administratif, melainkan pelanggaran serius terhadap hak dasar warga negara.
Hal ini merujuk pada:
- UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan – menjamin setiap orang berhak memperoleh pangan aman, bermutu, dan bergizi.
- PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan – melarang peredaran pangan yang membahayakan kesehatan.
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen – mewajibkan pelaku usaha memberi ganti rugi atas kerugian konsumen.
- UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 190 ayat (1) – mengatur sanksi pidana bagi pihak yang lalai hingga menyebabkan orang lain sakit.
“Bentuk ganti rugi harus jelas, baik berupa pengembalian biaya, penggantian produk, perawatan kesehatan, maupun santunan. Selain itu, pihak yang lalai wajib dicabut izinnya, dijatuhi sanksi administratif, dan diproses pidana,” tegas Sri Gusni.
Dorongan Evaluasi Menyeluruh
Partai Perindo mendorong evaluasi menyeluruh terhadap MBG, meliputi:
- Standar keamanan pangan.
- Tata kelola dapur dan distribusi.
- Mekanisme audit independen atas dugaan dapur fiktif dan anggaran.
- Pelibatan sekolah serta komite orang tua dalam penyusunan menu dan pengawasan distribusi.
Hal ini, lanjut Sri Gusni, sejalan dengan Perpres No. 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, yang memberi mandat pengawasan standar menu dan pemantauan gizi di sekolah.
“Program gizi tidak boleh menjadi program tragedi. Anak-anak harus dijamin makanannya aman dan bergizi, bukan justru membuat mereka jatuh sakit,” tandasnya.
Komitmen Perindo
Sebagai partai politik yang menempatkan perlindungan anak sebagai prioritas, Perindo berkomitmen mengawal transparansi, menegakkan standar keamanan pangan, dan memastikan kebijakan benar-benar berpihak pada kepentingan publik.
“Partai Perindo sebagai mitra strategis pemerintah mendukung program ini, tetapi akan mengawal ketat pelaksanaannya. Struktur partai, anggota DPRD, hingga kepala daerah dari Perindo akan turun langsung mendampingi agar program tepat sasaran,” pungkas Sri Gusni.
(Awaludin)