Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ahli Hukum: Kebijakan Kuota Haji Tambahan Kewenangan Diskresi Menteri Agama!

Fahmi Firdaus , Jurnalis-Senin, 29 September 2025 |22:42 WIB
Ahli Hukum: Kebijakan Kuota Haji Tambahan Kewenangan Diskresi Menteri Agama!
Gus Yaqut saat Menyambut Kedatangan Jamaah Haji 2024
A
A
A

JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Oce Madril menanggapi soal kebijakan menteri agama dalam menetapkan pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Diketahui, Indonesia mendapatkan tambahan kuota sebanyak 20 ribu jamaah pada penyeleggaraan haji 1445 H/2024.

Dosen Fakultas Hukum UGM ini mengatakan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah memberi kewenangan penuh kepada menteri agama untuk menetapkan kuota haji tambahan.

“Pasal 9 UU 8/2019 secara jelas menyebutkan bahwa jika terdapat penambahan kuota haji Indonesia setelah kuota dasar ditetapkan, menteri agama menetapkan kuota haji tambahan,” ujar Oce Madril, Senin (29/9/2025).

Ketentuan ini, lanjutnya, memberikan dasar hukum atributif bagi menteri untuk menentukan jumlah dan proporsi pembagian tanpa harus mengikuti pola kuota dasar.

Pasal 8 dan Pasal 64 UU 8/2019 memang mengatur komposisi kuota dasar, yaitu 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, pasal tersebut hanya berlaku pada kuota reguler tahunan, bukan kuota tambahan.

“Penetapan kuota tambahan adalah kondisi khusus, sehingga tidak terikat pada rumus 92 persen dan 8 persen sebagaimana diatur Pasal 64,” kata Oce.

Lebih lanjut, Pasal 9 ayat (2) UU 8/2019 memberi kewenangan kepada menteri agama untuk mengatur mekanisme pengisian kuota tambahan melalui Peraturan Menteri.

Ketentuan ini kemudian dilaksanakan melalui Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler dan Permenag Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Ibadah Umrah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

Dalam peraturan tersebut, menteri agama dapat menetapkan proporsi kuota tambahan dengan mempertimbangkan kondisi lapangan, seperti daya tampung asrama, kepadatan di Mina, dan ketersediaan akomodasi.

 

“Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan tahun 1445 H/2024 M merupakan bentuk kewenangan diskresi yang sah,”ucapnya.

“Diskresi diberikan undang-undang untuk mengatasi kondisi khusus, dan sepanjang didasarkan pada pasal-pasal yang jelas, kebijakan ini tidak dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.

Pasal 17 dan 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga menegaskan bahwa tindakan pejabat tidak dianggap melampaui kewenangan apabila memiliki dasar hukum yang jelas.

Ketentuan lain dalam Pasal 28 Permenag 13/2021 juga menegaskan bahwa menteri agama dapat menetapkan kuota tambahan untuk haji reguler berdasarkan proporsi penduduk muslim antarprovinsi atau jumlah daftar tunggu, sementara Pasal 23 dan Pasal 24 Permenag 6/2021 mengatur mekanisme pengisian kuota haji khusus.

 

“Dengan landasan ini, keputusan menteri agama menetapkan pembagian 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus tetap memiliki payung hukum yang kuat,”ungkapnya.

Oce Madril menambahkan,  pentingnya pertimbangan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan jamaah sebagai alasan kebijakan ini. Surat menteri agama kepada DPR yang menjelaskan penyesuaian kuota juga memuat alasan teknis.

“Dengan dasar hukum yang jelas dan pertimbangan teknis yang kuat, keputusan menteri agama tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,”pungkasnya.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement