JAKARTA – Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Agus Suryonugroho, mengaku bangga karena Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari denda tilang kendaraan bermotor akhirnya bisa digunakan tiga lembaga penegak hukum, yakni Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Mahkamah Agung (MA).
Menurut Agus, kebijakan denda tilang yang kini bisa digunakan oleh tiga lembaga hukum merupakan sejarah baru. Jenderal bintang dua tersebut menilai keberhasilan pemanfaatan bersama PNBP tilang adalah bukti nyata sinergisitas penegak hukum.
"Ini adalah pencapaian bersejarah yang menunjukkan bahwa kolaborasi lintas lembaga mampu melahirkan terobosan besar," kata Agus Suryonugroho, Kamis (9/10/2025).
"Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak, khususnya Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung yang bersama-sama mendukung langkah Polri. PNBP tilang kini bukan hanya sekadar angka dalam catatan negara, tetapi telah menjadi sumber daya nyata untuk mendukung peningkatan pelayanan hukum dan keselamatan lalu lintas," imbuhnya.
Sebagai informasi, setelah puluhan tahun hanya tercatat sebagai penerimaan negara tanpa dapat dimanfaatkan, kini PNBP dari denda tilang kendaraan bermotor akhirnya bisa digunakan oleh tiga lembaga penegak hukum: Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
Kebijakan ini merupakan hasil dari proses perjalanan panjang sejak 2020. Mulanya, kebijakan tersebut pertama kali digerakkan Korlantas Polri melalui Kombes Made Agus Prasatya, dengan dukungan penuh dari Kejaksaan Agung RI dan Mahkamah Agung RI.
Sebelumnya, berdasarkan KUHAP dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, pengelolaan PNBP tilang dilaksanakan oleh Kejaksaan. Pada praktiknya, proses penegakan hukum pelanggaran lalu lintas sesungguhnya melibatkan tiga pilar, yakni Polri sebagai penindak, Mahkamah Agung melalui pengadilan negeri, dan Kejaksaan Agung sebagai eksekutor.
Berangkat dari prinsip sinergisitas, Korlantas Polri kemudian mendorong gagasan pengelolaan PNBP tilang secara kolaboratif antar-lembaga. Selama hampir lima tahun, Made Agus Prasatya konsisten mengawal proses ini meskipun diwarnai dinamika dan berbagai pertimbangan.
Salah satu dinamika muncul pada 2022, ketika usulan Kapolri mengenai distribusi PNBP tilang belum dapat diterima Kementerian Keuangan, karena dinilai memerlukan landasan hukum yang lebih kuat dalam bentuk Inpres atau Perpres.
Kejagung dan Polri kemudian sepakat mendorong inovasi kolaborasi Criminal Justice System (CJS) dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas melalui ETLE Nasional Presisi yang didukung pembiayaan dari PNBP tilang.
Kemudian, dibentuk tim pokja bersama yang merumuskan konsep surat bersama oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Hasilnya, ketiga lembaga sepakat membagi proporsi pemanfaatan PNBP tilang: Kejaksaan 40 persen, Mahkamah Agung 30 persen, dan Polri 30 persen.
Puncaknya, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100 Tahun 2024 tentang Penyetoran dan Pencatatan PNBP dari denda pelanggaran lalu lintas. Regulasi ini resmi berlaku per 1 Januari 2025 dan menjadi dasar hukum bagi Polri, Kejaksaan, serta Mahkamah Agung untuk mengajukan izin penggunaan dana tersebut.
(Arief Setyadi )