Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Heroik Dua Prajurit 'Hantu Laut' Gelar Operasi Klandestin di Negeri Singa

Fahmi Firdaus , Jurnalis-Jum'at, 17 Oktober 2025 |05:07 WIB
Kisah Heroik Dua Prajurit 'Hantu Laut' Gelar Operasi Klandestin di Negeri Singa
Kisah Heroik Dua Prajurit 'Hantu Laut' Gelar Operasi Klandestin di Negeri Singa
A
A
A

JAKARTA – Dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) Angkatan Laut, Usman bin Muhammad Ali alias Usman Janatin dan Harun bin Said alias Tahir gugur saat mempertahankan kedaulatan negara. Usman dan Harun dieksekusi di tiang gantungan oleh Singapura yang saat itu masih tergabung dengan Malaysia pada 17 Oktober 1968 atau tepat 57 tahun silam.

Keduanya dianggap bersalah dengan tuduhan meledakkan bom di pusat kota di Singapura. Aksi itu dilakukan keduanya saat terjadinya konfrontasi Indonesia dan Malaysia.

Usman memiliki nama asli Sersan KKO Janatin alias Usman bin Haji Muhamad Ali. Sedangkan Harun bernama lengkap Kopral KKO Tohir alias Harun bin Said. Usman adalah prajurit KKO kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, tanggal 18 Maret 1943 dan Harun adalah kelahiran Pulau Bawean, 4 April 1947.

Saat itu, pada Maret 1965, Usman, Harun dan Gani bin Arup, mendapat tugas khusus dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) untuk memasuki Singapura sebagai bagian dari perkuatan militer Indonesia untuk membantu para sukarelawan Indonesia di wilayah musuh.

Dengan menggunakan perahu karet, ketiganya berangkat tanggal 8 Maret 1965 dengan membawa 12,5 kilogram bahan peledak. Mereka mendapat perintah untuk melakukan sabotase ke sasaran-sasaran penting di kota Singapura. Sasaran tidak ditentukan dengan pasti, jadi harus ditentukan sendiri.

Keduanya meledakkan bangunan MacDonald House yang terletak di pusat kota pada tanggal 10 Maret 1965.  Peristiwa itu menimbulkan kegemparan dan kekacauan bagi masyarakat Singapura. Setelah melakukan aksinya, Harun dan Usman melarikan diri dan berhasil mencapai daerah pelabuhan, sedangkan Gani bin Arup mencari jalan lain.

Sebuah motor boat berhasil mereka rampas untuk kembali ke Pulau Sambu. Namun di tengah jalan, motor boat mengalami kerusakan mesin. Mereka akhirnya ditangkap patroli musuh pada 13 Maret 1965. Keduanya dibawa kembali ke Singapura untuk diadili. Pengadilan Singapura akhirnya menjatuhkan vonis hukuman mati.

Pemerintah Indonesia melakukan berbagai usaha untuk meminta pengampunan atau keringanan hukuman, namun tidak berhasil. Akhirnya pada hari Kamis tanggal 17 Oktober 1968, tepatnya pukul 06.00 pagi, keduanya menjalani hukuman gantung di dalam penjara Changi, Singapura.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement