Ia menilai kasus Maba Sangaji mencerminkan lemahnya tata kelola regulasi yang tumpang tindih dan gagal memberikan keadilan bagi masyarakat lokal.
“Regulasi pertambangan terlalu berpihak pada investasi, sementara perlindungan terhadap masyarakat adat masih bersifat deklaratif tanpa mekanisme efektif,” katanya.
Sebagai alat kelengkapan DPR yang berfokus pada penguatan hukum dan perlindungan HAM, Komisi XIII DPR mendorong adanya harmonisasi antara UU Minerba, UU Lingkungan Hidup, dan UU Masyarakat Adat agar penegakan hukum berorientasi pada keadilan ekologis.
“Kami juga meminta evaluasi terhadap penerapan Pasal 162 UU Minerba yang sering digunakan untuk menjerat warga penolak tambang,” ungkap legislator dari Dapil NTT I itu.
Lebih lanjut, Andreas mendorong Mahkamah Agung dan Komnas HAM melakukan kajian atas putusan PN Soasio untuk memastikan asas-asas HAM tidak diabaikan, termasuk hak atas lingkungan dan peradilan yang adil.
“Reformasi hukum tidak hanya soal membuat peraturan baru, tapi memastikan hukum hadir untuk melindungi yang lemah, bukan menguatkan yang kuat,” tegasnya.
“Negara harus berdiri di sisi keadilan, menjamin hak masyarakat adat mempertahankan ruang hidupnya, serta memastikan pembangunan ekonomi tidak mengorbankan nilai kemanusiaan dan kelestarian lingkungan. Jangan ada lagi kriminalisasi terhadap warga yang membela hak-hak adatnya,” pungkas Andreas.
(Awaludin)