Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

106 WNI di Kamboja Ditangkap Diduga Terlibat Online Scam, DPR Dorong Pendampingan bagi PMI

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Rabu, 05 November 2025 |20:43 WIB
106 WNI di Kamboja Ditangkap Diduga Terlibat Online Scam, DPR Dorong Pendampingan bagi PMI
Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR, Arzeti Bilbina, menyampaikan keprihatinan atas penangkapan 106 warga negara Indonesia (WNI) oleh otoritas Kamboja yang diduga terlibat dalam sindikat penipuan daring (online scam).

Arzeti menilai, peristiwa ini menunjukkan masih lemahnya sistem perlindungan dan pengawasan terhadap mobilitas tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, terutama ke negara-negara yang tidak memiliki kerja sama resmi penempatan pekerja migran dengan pemerintah Indonesia.

“Penangkapan 106 WNI di Kamboja ini menjadi sinyal keras bahwa jaringan online scam yang memanfaatkan tenaga kerja ilegal masih marak,” kata Arzeti, Rabu (5/11/2025).

Ia menegaskan, pemerintah harus memastikan perlindungan pekerja migran dimulai sejak pra-penempatan, dengan pengawasan ketat terhadap praktik perekrutan ilegal.

Penangkapan terhadap para WNI dilakukan oleh pihak berwenang di Phnom Penh, Kamboja, dalam operasi pemberantasan penipuan siber pada Jumat (31/10).

 

Menurut laporan media internasional, para WNI itu ditangkap di sebuah gedung di Distrik Tuol Kork, Phnom Penh. Dari lokasi tersebut, pihak berwenang menyita puluhan telepon genggam, komputer desktop, serta dua mobil yang diduga digunakan untuk aktivitas penipuan daring.

Dalam operasi itu, otoritas Kamboja juga menahan 106 WNI, termasuk 36 perempuan.

Menanggapi hal tersebut, Arzeti meminta pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI di Kamboja untuk segera memberikan pendampingan hukum, bantuan konsuler, serta perlindungan bagi seluruh WNI yang ditangkap.

“Negara wajib hadir memberi perlindungan bagi seluruh WNI, meski ada dugaan keterlibatan, dan memastikan proses hukum berlangsung adil serta transparan,” ujar Arzeti.

Arzeti menambahkan, kasus seperti ini bukan hal baru. Sebelumnya, puluhan hingga ratusan WNI juga menjadi korban eksploitasi dan perdagangan orang di Kamboja dengan modus tawaran kerja palsu. Pemerintah bahkan tengah berupaya memulangkan 110 WNI yang menjadi korban online scam dari negara tersebut.

 

Karena itu, Anggota Komisi IX DPR itu mendesak pemerintah memperkuat koordinasi lintas lembaga guna mencegah terulangnya praktik serupa di kemudian hari.

“Kita tidak boleh hanya reaktif setiap ada penangkapan atau pemulangan. Harus ada sistem deteksi dini dan kerja sama diplomatik yang kuat untuk memutus rantai perekrutan ilegal di dalam negeri,” tegasnya.

Arzeti juga mendorong aparat penegak hukum di Indonesia menindak para perekrut yang mengirim pekerja migran tanpa izin resmi ke luar negeri.

“Mereka bukan hanya pelanggar administrasi, tetapi bagian dari kejahatan lintas negara yang merugikan martabat dan keselamatan warga negara,” tandasnya.

Selain itu, Arzeti meminta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM (Imigrasi), Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meningkatkan pengawasan terhadap pola perjalanan mencurigakan ke negara-negara berisiko tinggi seperti Kamboja, Myanmar, dan Laos, yang dikenal sebagai lokasi aktivitas penipuan daring dan kerja paksa.

“Lonjakan penerbangan ke negara-negara non-tujuan wisata populer harus menjadi sinyal merah bagi otoritas. Pemerintah tidak boleh membiarkan warga kita berangkat tanpa perlindungan dan pengecekan yang memadai,” imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Arzeti menilai kasus terbaru di Kamboja ini memperlihatkan urgensi reformasi menyeluruh dalam sistem penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Upaya tersebut meliputi penguatan regulasi, digitalisasi sistem pelaporan, serta perluasan kerja sama bilateral dengan negara-negara nonformal.

“Kita perlu memperluas kerja sama diplomatik untuk memastikan mekanisme perlindungan dan repatriasi yang cepat bagi pekerja migran,” sebutnya.

“Di saat yang sama, edukasi publik harus digencarkan agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran kerja ke luar negeri yang tidak resmi,” pungkas Arzeti.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement