Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sosok Sarwo Edhie Wibowo, Jenderal Penumpas G30S PKI Kini Jadi Pahlawan Nasional

Awaludin , Jurnalis-Senin, 10 November 2025 |11:01 WIB
Sosok Sarwo Edhie Wibowo, Jenderal Penumpas G30S PKI Kini Jadi Pahlawan Nasional
Jenderal TNI Purn Sarwo Edhie Wibowo (foto: dok ist)
A
A
A

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Jakarta, pada hari ini. Salah satu tokoh yang mendapat penganugerahan gelar pahlawan nasional yakni Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo. Diantaranya termasuk Presiden ke-2 Soeharto dan ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Penganugerahan gelar pahlawan nasional merupakan bagian dari rangkaian Peringatan Hari Pahlawan Tahun 2025. Acara penganugerahan tersebut juga dihadiri oleh para ahli waris yang sekaligus mewakili para tokoh untuk menerima gelar pahlawan.

Profil  Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo:

Sarwo Edhie Wibowo lahir pada 25 Juli 1927 – 9 November 1989, adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia adalah ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Ia juga ayah dari mantan KSAD, Pramono Edhie Wibowo. Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September dalam posisinya sebagai panglima RPKAD (atau disebut Kopassus pada saat ini). Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua BP-7 Pusat, Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan serta menjadi Gubernur AKABRI.

Menumpas Gerakan G30S

Selama Sarwo Edhie menjadi Komandan RPKAD Gerakan 30 September terjadi. Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Sementara proses penculikan sedang dieksekusi, sekelompok pasukan tak dikenal menduduki Monumen Nasional (Monas), Istana Kepresidenan, Radio Republik Indonesia (RRI), dan gedung telekomunikasi.

 

Hari dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta. Kemudian Kolonel Herman Sarens Sudiro tiba. Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas Kostrad dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta. 

Pada pukul 11:00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06:00 petang (batas waktu dimana pasukan tak dikenal diharapkan untuk menyerah). Ketika pukul 06:00 petang tiba, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk. Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, karena pasukan itu mundur ke Halim dan bangunan diambil alih pada pukul 06:30 petang.

Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim. Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S. Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara. Memulai serangan mereka pada pukul 2 dinihari pada 2 Oktober, Sarwo Edhie dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara pada pukul 06:00 pagi.

 

10 tokoh yang diberikan gelar pahlawan nasional, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025:

1. Abdurachman Wahid atau Gus Dur - Jawa Timur
2. Jenderal Besar TNI Soeharto - Jawa Tengah
3. Marsinah - Jawa Timur
4. Mochtar Kusumaatmaja - Jawa Barat
5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah - Sumatera Barat
6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo - Jawa Tengah 
7. Sultan Muhammad Salahuddin - NTB
8. Syaikhona Muhammad Kholil - Jawa Timur 
9. Tuan Rondahaim Saragih - Sumatera Utara
10. Zainal Abisin Syah - Maluku Utara

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement