JAKARTA —Pusat Studi Naskah dan Pesantren (Pustunastren) yang baru diresmikan akan menjadi lembaga baru yang diproyeksikan menjadi pusat unggulan dalam riset manuskrip dan turats pesantren. Pustunastren bertugas melakukan inventarisasi, digitalisasi, hingga penelitian lanjutan terhadap naskah-naskah klasik Lombok yang dinilai para filolog sebagai salah satu khazanah terkaya di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, mengatakan, bahwa pemerintah sedang memfinalisasi pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren, struktur baru yang telah disetujui Presiden Prabowo Subianto.
Pratikno menyebut lahirnya Ditjen Pesantren sebagai babak baru yang menunjukkan penghargaan negara atas peran historis pesantren sebagai pusat pembinaan moral, keilmuan, dan kebangsaan.
‘’Dengan lebih dari 42 ribu pesantren dan 12,5 juta santri, kekuatan sosial ini dinilai strategis bagi masa depan Indonesia,’’ujarnya dikutip, Senin (17/11/2025).
Pratikno menyoroti berbagai tantangan, termasuk keamanan infrastruktur, literasi digital, hingga kesiapan vokasional santri.
Dia membeberkan empat program strategis dirancang sebagai prioritas awal Ditjen Pesantren, diantaranya program Pesantren Sehat dan Aman, peningkatan kompetensi vokasional santri, pemberdayaan kiai dan nyai, serta akselerasi digitalisasi pesantren.
‘’Pimpinan Ditjen Pesantren harus memiliki “jiwa santri dan otak teknokrat,” yakni mampu menjaga tradisi sambil memimpin inovasi,’’pungkasnya.
Rektor UIN Mataram, Masnun Tahi, menekankan bahwa Lombok dan NTB memiliki kekayaan tradisi manuskrip yang luar biasa, mencakup naskah beraksara Arab, Jawi–Pegon, hingga Jejawen Sasak.
Menurutnya, pusat studi naskah dan pesantren tidak hanya menjadi wadah akademik, tetapi juga penjaga identitas keilmuan Nusantara yang kini semakin membutuhkan dukungan kelembagaan.
“Ini momentum penting bagi UIN Mataram. Kampus harus hadir sebagai penjaga warisan ilmiah dan sekaligus penggerak inovasi pendidikan pesantren,” tandasnya.
Sekadar diketahui, Halaqah nasional di UIN Mataram menjadi ruang afirmasi bahwa masa depan pendidikan Islam membutuhkan kolaborasi menyeluruh lintas lembaga. Seluruh peserta sepakat bahwa pesantren dan kampus merupakan dua pilar yang saling melengkapi, yaitu pesantren menjaga moralitas dan adab, sementara perguruan tinggi menguatkan metodologi ilmiah dan riset multidisipliner.
Dalam konteks inilah, keberadaan Pustunastren dipandang sebagai tonggak penting. Lembaga ini diharapkan mampu merawat manuskrip klasik sebagai sumber pengetahuan primer, memperkaya basis riset kebijakan pesantren, dan mendorong terciptanya kurikulum pendidikan Islam yang lebih adaptif terhadap tantangan global.
Kegiatan halaqah ditutup dengan penegasan kolaborasi antara Kementerian Agama dan UIN Mataram untuk memperkuat mutu pendidikan, riset, serta pengabdian masyarakat berbasis pesantren.
(Fahmi Firdaus )