Dalam hitungan detik, perempuan yang lahir dan besar di Nagari Salareh Aia itu harus berlari ke tempat lebih tinggi, sekitar empat rumah dari kediamannya.
“Airnya besar sekali, gemuk. Kami sudah jatuh-jatuh semua. Cuma bisa berlindung di belakang dapur rumah orang,” kisahnya.
Arus kian membesar. Warga yang berusaha menyelamatkan diri tak sanggup bergerak jauh. Mereka berpegangan pada dinding dapur sambil menunggu air mereda. Namun hujan kembali turun, dan air kembali naik. Neng bersama sembilan orang lainnya terpaksa naik ke loteng rumah warga dan bertahan di sana hingga pukul 20.00 WIB.
“Kami terdampar sepuluh orang. Gelap, air di bawah masih deras, lampu mati. Cuma senter saja yang dipakai,” ujarnya.
Dalam situasi mencekam itu, anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun justru terpisah darinya. Sang anak terseret arus bersama empat temannya. Neng sempat berusaha mengejar, namun terhalang kayu-kayu besar yang terbawa banjir.
“Alhamdulillah, kelimanya selamat. Saya baru ketemu anak saya pukul 22.00 WIB di posko,” ucapnya haru.