Anggota polisi pengawal Sjahrir pun bergeming ketika dibawa komplotan PP itu setelah melihat surat printah penangkapan. Seperti dalam buku “Peristiwa 3 Juli 1946: menguak kudeta pertama dalam sejarah Indonesia”, Penculikan terjadi tanpa kekerasan. Sjahrir juga dibawa dengan sopan, tidak selayaknya orang yang tengah diculik.
“Saudara mesti saya tangkap,” tutur A.K. Yusuf sembari menyodorkan surat penangkapan. Lantas Sjahrir menjawab, “Bagaimana ini, saya masih dibutuhkan oleh rakyat,”. Meski begitu, Sjahrir pun akhirnya menuruti Yusuf.
Sementara itu ada dua anggota kabinet Sjahrir, yakni Dr. Sudarsono dan Subadio, berhasil lolos dengan menyeberangi sungai kecil di belakang hotel. Sementara itu, Sjahrir dibawa ke Kasunanan Paras, Boyolali, di mana Sjahrir dijaga Komandan Batalyon Paras, Mayor Soekarto.
Soal keterlibatan Tan Malaka sendiri dalam penculikan ini sedianya masih jadi perdebatan. Pada 28 Juni, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat No.1 tahun 1946, untuk sementara mengambil kekuasaan penuh dan menggulirkan sistem presidensiil.
“Berhubung dengan kejadian-kejadian dalam negeri yang membahayakan keselamatan Negara dan perjuangan kemerdekaan kita, maka kami Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Kabinet dalam sidangnya pada tanggal 28 Juni 1946 mengambil kekuasaan pemerintah sepenuhnya untuk sementara waktu sampai keadaan biasa yang memungkinkan kabinet dan lain-lain badan resmi bekerja sebagaimana mestinya” bunyi isi maklumat Soekarno.