JAKARTA - Kapolri Jenderal HM Tito Karnavian angkat bicara menyoal kasus sandera terhadap sebanyak 1.300 orang di Desa Kimbely dan Banti, Mimika, Papua yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Menurutnya, KKB itu merupakan kelompok lama yang sudah ada sejak dirinya menjabat sebagai Kapolda Papua.
Tito mengatakan, jumlah dari pasukan mereka juga tidak banyak, hanya diperkirakan 20 hingga 25 orang. Itu pun tidak semuanya memiliki senjata, hanya berkisar maksimal 10 pucuk senjata, strategi yang digunakan juga sistem menyerang sambil lari.
"Sebenarnya enggak banyak kelompok ini, paling 20 atau 25 orang. Senjatanya lima sampai sepuluh pucuk, mereka menggunakan metode hit and run," ucap Tito di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
(Baca Juga: Kelompok Bersenjata Sandera 1.300 Warga dari 2 Desa di Papua)
Tito menjelaskan, KKB dengan orang-orang yang disandera itu mayoritas memiliki profesi yang sama, sebagai pendulang yakni orang yang kesehariannya mengais limbah emas PT Freeport Indonesia yang mengalir di Kali Kabur. Masyarakat yang menjadi anggota KKB ini kadang-kadang memeras warga.
Di kawasan tersebut ada sekira 8 ribu sampai 10 ribu pendulang liar yang mencari untung dari limbah PT Freeport Indonesia. Kata Tito, para pendulang yang berasal dari warga lokal dan pendatang itulah yang kerap dijadikan objek oleh KKB untuk mendapatkan keuntungan.
Untuk menghentikan konflik sosial ini, Tito mengatakan Polri bersama dengan TNI sedang menyusun strategi untuk memperkuat pengamanan dan melakukan pengejaran terhadap KKB tersebut. Pihaknya juga menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat agar penanganan berjalan lancar.
(Baca Juga: Begini Kondisi 1.300 Warga 2 Desa di Papua yang Disandera Kelompok Bersenjata)
"Memang ada permasalahan sosial ini karena bertahun tahun ribuan orang sudah mendulang di situ, di kali Kabur ini. Hasil limpahan dari Freeport namanya teling," pungkas mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu.
(Khafid Mardiyansyah)