Kisah Ibu Korban Tsunami Banten: Anak Saya Terlepas, Sempat Pegang Kerahnya Tapi Sobek

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Kamis 27 Desember 2018 07:55 WIB
Emilia, korban selamat tsunami Selat Sunda. (Foto: BBC News Indonesia)
Share :

SEORANG ibu di Pulau Sebesi bercerita tentang upayanya menyelamatkan diri dari terjangan tsunami di Selat Sunda namun buah hatinya "terlepas" karena dia lemas menghadapi terjangan ombak.

Pulau di Lampung Selatan ini terletak dekat dengan Gunung Anak Krakatau dan termasuk salah satu daerah yang terdampak parah.

Tsunami yang menerjang Sabtu (22/12) lalu menerjang pulau seluas sekitar 2.600 hektare dan menghancurkan rumah-rumah termasuk kediaman Emilia dan Rudiansyah.

Pasangan suami istri ini penuh luka sekujur tubuh mereka dalam upaya menyelamatkan diri dari terjangan tsunami.

Namun dalam upaya menyelamatkan diri, anak satu-satunya berusia lima tahun terlepas dari tangan sang ibu.

"Anak saya masih saya peluk, dia masih bisa panggil ibu, namun datang lagi ombak. Saya tak bisa bernapas lagi, saya lemas, tak ada tenaga, anak saya terlepas, sempat pegang kerahnya tapi sobek," kata Emilia menangis.

(Baca juga: Nasib Badak Jawa Bercula Satu Hadapi Ancaman Gunung Anak Krakatau)

"Saya lihat ombak di belakang, saya pegang pohon dan terbanting lagi...namun anak saya sampai sekarang tak ketemu...anak satu-satunya," katanya terisak kepada wartawan BBC News Indonesia, Silvano Hajid dan Anindita Pradana.

Emilia mengatakan ia sempat terseret hingga dasar laut dan ombak mendorongnya lagi hingga tepian laut.

Dirinya dan suami baru dievakuasi dari Pulau Sebesi yang menghadap langsung ke Gunung Anak Krakatau pada Selasa pagi (25/12).

Dari 429 korban meninggal sampai Selasa (25/12), 108 di antaranya di Lampung Selatan, menurut catatan BNPB.

Emilia mengatakan dia dievakuasi bersama enam orang lainnya dari Pulau Sebesi karena membutuhkan perawatan medis.

"Ombak masih tinggi"

"Tim evakuasi belum berani mengelilingi pulau karena ombak masih tinggi," kata Emilia di rumah sakit Bob Bazar, Kalianda.

Rumah sakit ini menampung 90 korban tsunami, kebanyakan di antara mereka mengalami luka memar, dan tak sedikit yang patah tulang.

Menurut petugas pendataan korban tsunami Lampung, Elly Hasnah, kapasitas rumah sakit bisa menampung 175 pasien rawat inap, namun dengan terus bertambahnya korban luka yang dibawa ke rumah sakit itu, penambahan kasur dilakukan di ruang-ruang yang sebelumnya tidak termasuk ruang untuk rawat inap.

Mulai Selasa (25/12) distribusi bantuan menuju pesisir Lampung Selatan telah dilakukan setelah jalan-jalan dibersihkan dari puing-puing bangunan.

Salah satu daerah terparah adalah Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, dengan ratusan rumah yang berada di pinggir pantai hancur.

Nursanah, salah seorang warga desa yang mengungsi di hutan mengatakan mereka masih trauma.

"Kami masih trauma, apalagi dengar gemuruh Krakatau (Gunung Anak Krakatau) setiap malam semenjak tsunami," katanya Nursanah.

Ia mengatakan dia dan keluarga akan menumpang di rumah kerabat, setelah masa genting ini berakhir.

"Kalau minta bantuan, minta apa? Rumah tidak ada? Mau masak di mana?" kata Nursanah. Dia mengatakan tak ingin tinggal di pesisir lagi.

(Qur'anul Hidayat)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya